Hari Batik Nasional : Mendengar Curhatan Pengrajin Batik di Jombang

Hari Batik Nasional : Mendengar Curhatan Pengrajin Batik di Jombang
Faizah (57) pengrajin batik asal Plosokerep, Sumobito, Jombang saat menyanting kain yang akan dibuat batik, Jum'at (1/10/2021). KabarJombang.com/Fa'iz/
  • Whatsapp

SUMOBITO, KabarJombang.com – Tanggal 2 Oktober, merupakan hari batik nasional. Namun kini tak lagi ngetren di kalangan generasi muda. Tidak banyak remaja milenial yang menekuni warisan nenek moyang ini.

Hal itu dirasakan oleh Faizah (57) salah satu pengrajin batik asal warga Desa Plosokerep, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang. Usaha yang dirintisnya selama 4 tahun itu dikatakan terus berjalan meski dikerjakan sendirian.

Baca Juga

“Saya menjadi pengrajin batik ini sudah lama, sejak 4 tahunan yang lalu. Tapi ya itu dari dulu mengerjakannya hanya sendirian saja. Karena sampai saat ini masih belum menemukan penerus yang bisa membuat batik untuk dijadikan bekerja bersama saya,” ujarnya kepada KabarJombang.com, Jum’at (1/10/2021).

Menurutnya, pembuatan batik membutuhkan proses yang panjang. Agar tidak lama atau cepat selesai dibutuhkan beberapa orang yang mengerjakannya. Sementara pemesanan, tiap bulannya tetap selalu ada.

“Karena saya bekerjanya sendiri, jadi pekerjaannya memang cukup lama. Terkadang waktu selesai pekerjaannya itu sampai 2 Minggu gitu, hingga sempat juga dalam 1 bulan hanya bisa membuat 2 motif batik saja. Selain itu memang yang harus saya terapkan saat mengrajini batik itu yaitu berhati-hati,” terangnya saat ditemui.

Kendati dikerjakan sendiri, perempuan yang usianya tidak muda itu tetap semangat menjadi pengrajin batik. Karena pekerjaan itu dikatakan menjadi hasil tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dari pekerjaannya yang juga sebagai petani.

“Ya tetap jalani saja dengan membagi waktu pekerjaan di sawah. Kalau pembuatannya itu menyesuaikan permintaan pemesanan, ada yang pesan motif batik Plosokerep, ada juga janda bolong, dan motif lainnya. Lalu soal prosesnya memang saya pasti beri tau dulu kepada pemesan, kalau cukup lama. Kan dikerjakan sendiri gitu,” katanya.

Batik hasil karyanya dibandrol dengan harga yang paling murah dari Rp 150 ribu hingga paling mahal sekitar Rp 350 ribu. Sementara dirinya berharap agar pemerintah bisa menggelar acara pelatihan membatik. Dikatakan agar generasi penerus pengrajin batik di Jombang tidak hilang.

“Yang saya harap hanya usaha ini agar tetap berlanjut dan berjalan lancar saja. Selain itu juga berharap pemerintah Desa atau Kecamatan bisa gelar pelatihan pembuatan batik, agar di generasi penerus pengrajin di Jombang tidak sepi,” imbuh ibu tiga anak ini.

“Kalau setiap peringatan hari batik nasional itu di Jombang biasanya ada gelar pameran gitu. Tapi selama pandemi ini tidak ada, kalau sebelumnya ada di Mojoagung itu biasanya,” tukasnya.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait