MOJOWARNO, KabarJombang.com – Hari unduh-unduh menjadi pusat perhatian yang ditunggu-tunggu oleh jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno Jombang dan juga masyarakat lintas agama.
Perayaan hari raya unduh-unduh bukan hanya menampilkan acara arakan bangunan sesembahan berupa hasil bumi, melainkan menampilkan tarian bedoyo khas dari wilayah Mojowarno Jombang.
Kusno selaku sekertaris GKJW Mojowarno memaparkan filosofi hari raya unduh-unduh bagi manusia yang memiliki keterhubungan dengan rasa syukur.
“Unduh-unduh ini merupakan ucapan rasa syukur kepada Allah atas upaya yang dilakukan para petani. Khususnya pertama kami bersyukur kepada Tuhan atas tanah yang diberikan kesuburan, kedua tanaman terbebas dari hama, dan ketiga panennya bisa melimpah,” papar Kusno.
Terdapat korelasi filosofis antara hari raya unduh-unduh dengan proses penanaman tumbuhan. Mulai pra penanaman (Pre-Planting) hingga pasca panen.
“Jadi rangkaian unduh-unduh itu terdapat istilah kebetan dan keleman. Kebetan artinya para petani sudah memulai melakukan penanaman. Jadi mereka sudah mulai mempersiapkan lahan, sehingga sebelum mengerjakan sawah mereka harus berdoa terlebih dahulu kepada Tuhan. Salah satu ciri adanya kegiatan kebetan adalah adanya tumpeng. Tumpeng disimbolkan sebagai wujud doa agar tanah diberikan kesuburan oleh Tuhan.
Proses peribadatan selanjutnya yakni keleman yang diartikan ketika padi sudah berbulir para petani berdoa agar tanaman dibebaskan dari berbagai macam hama atau penyakit. Ciri peribadatan keleman bukan berupa tumpeng, melainkan jajanan tradisional seperti ketan horog-horog, blendung jagung, nogo sari, dan kue pleret. Masing-masing jajanan pasar memiliki gambaran masing-masing mulai dari ulat hingga tikus. Terakhir sebagai puncak peribadatan adalah mengunduh atau memanen atas tanaman yang ditanam selama ini. Jadi Unduh-unduh adalah puncak acara atau puncak peribadatan dari semua proses yang dilalui,” Jelas Kusno.
Selian filosofi hari raya unduh-unduh, terdapat filosofi tarian bedoyo Mojowarno yang mengiringi acara pembukaan unduh-unduh. Tarian tersebut ditarikan oleh 9 orang wanita.
“Tari bedoyo menggambarkan ucapan syukur. Mulai dari arti warna pakaian hijau menggambarkan kesuburan. Kemudian warna kuning menggambarkan kejayaan. Jadi mereka setelah mengerjakan sawahnya yang subur akan mendapatkan kesejahteraan,”ujar Kusno.
Pendeta Andri Yono menjelaskan alasan tema perayaan unduh-unduh tahun ini adalah yang terbaik, yang aku berikan kepada Tuhan.
“Warga perlu menyadari bahwa apapun yang terjadi apapun yang diterima, apapun yang dinikmati hari ini adalah berkat dari Tuhan. Ketika tuhan memberikan sesuatu kepada umat, pemberian tersebut bukanlah pemberian remeh temeh, melainkan pemberian yang paling terbaik. Maka ketika Tuhan memberikan kebaikan kepada umat, seharusnya umat atau manusia harus memberikan kepada Tuhan dengan sesuatu yang bukan remeh temeh atau yang paling terbaik,”jelas Pendeta Andri Yono.
Perlu diketahui, perayaan unduh-unduh berhasil dinobatkan sebagai pelestarian kebudayaan takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Mojowarno berhasil mendapatkan sertifikat pelestarian kebudayaan takbenda Indonesia berkat festival riyaya Unduh-unduh. Penghargaan tersebut diperoleh sejak tahun 2019,” tutup Pendeta Andri Yono.