“Cak, mumpung sepi, aku cerita ono nabi-nabi pok o, jare nang Njomplang wes rame, enek kerajaan anyar muncul,” kata Rusmini pagi itu.
Cak Besut yang sedari tadi duduk di balai bambu favoritnya, hanya tersenyum. Kopi ala rusmini tidak ia seruput atau langsung diminum. Seakan mengerti sensasi dari kopi yang dibuat dengan liukan tubuh tanpa dusta, harus dirasa dengan cara berbeda pula.
Kopi itu dia hirup. Tekniknya cukup mudah. Pada waktu kopi menyentuh bibir bawah, aromanya dia hirup sambil masukkan kopi ke mulut hingga menyebar merata ke atas lidah. Dengan cara itu, menurut Cak Besut kopi terpapar semaksimal mungkin ke syaraf pendeteksi rasa dalam mulut sekaligus mengirimkan aroma ke indera penciuman sehingga otak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kopi yang dia minum.
Usai menikmati kopi dengan caranya, Cak Besut mulai bercerita tentang fenomena kemunculan kerajaan dan negara baru di negeri ini.
“Ancene bener omongmu, akeh wong edian ndadak, mari kerajaan agung, sejagat, sunda empire terus opo ae iku akeh wes seng muncul. Sak iki malah nang Kadipaten awak dewe muncul Republik anyar,” ungkapnya mengawali cerita.
Bahkan adanya dua Republik baru yang telah resmi di deklarasikan, menurut Cak Besut menambah suasana Kadipaten Njomplang semakin panas. Kendati pesta rakyat baru setahun berlalu. Pilihan Adipati masih jauh didepan mata. Namun nafsu akan kekuasaan sudah tak mampu lagi dibendung para petinggi yang ada.
Polarisasi pemerintahan kian kentara. Di kubu utara, ada kekuatan yang sedang dibangun Adipati Muntiah yang dikenal dengan tujuh lapisan langit nya. Adipati berikut penjaga pintu yang ada, berupaya membangun Republik dengan dukungan dari kaum sarungan.
Namun akibat pola libas yang tak peduli lawan atau kawan, menjadikan mereka mendapat julukan Republik Baper.
“Enek wong ketemuan karo wong seng dianggap musuh langsung dilibas, gak enak karo wong, langsung kotak, gak iso setor, langsung ndekem, gak cocok ati ne langsung mencep, mene langsung pindah, bah iku biyen konco, pendukung, pengusung, pokok gak enak ati wes dianggap lawan tanpo klarifikasi disek bahasa gaul e,” jlentreh Cak Besut.
“Oala makane terus wong-wong nyebut e Republik Baper ta ?,” tanya Rusmini.
“Iyo mergo iku,” jawab Cak Besut.
Meski tidak secara gamblang mendeklarasikan, lanjut Cak Besut, kerajaan baru itu nyata-nyata telah berdiri. Selain nama Republik Baper, kerajaan baru itu juga dikenal akan tujuh lapis pintu. Setiap perijinan hingga setor menyetor, harus melewati tujuh pintu yang ada.
“Adipati ne siji, penentu kebijakane uakeh sampek bingung nglayani, pintu iki njaluk e ngene, seng pintu iku njaluk e ngunu, durung maneh pintu seng paling terakhir, dijogo pangeran muda wes angel puol,” jare Cak Besut.
Disisi lain, ada perdana menteri Rambo. Pria muda nan enerjik ini juga tengah membangun kerajaan barunya. Dengan kekuatan massa loyalnya, Rambo yang mewakili kutub selatan yang berisi kaum abangan ini, mulai mendeklarasikan adanya Republik baru yang menjanjikan. Tanpa tedeng aling-aling dia membangun Republik R ditengah panasnya suhu politik di Kadipaten Njomplang.
“Sopo gak kenal Rambo, masio jek enom tapi pola pikir e jian lungit. Rambo iku pemain yo sutradara handal cuman emosi ne jek gak stabil dadi kadang sering mrusut seng akibate sering salah langkah,” omonge Cak Besut.
Kehadiran Republik R menurut Cak Besut disayangkan banyak pihak. Ini yang menjadi titik lemah dia. Meski nya Rambo bisa menahan diri lebih lama lagi. Dengan pola bertahan, tidak sulit mengikis keangkuhan Republik Baper. Benteng tembok Republik Baper cukup mudah ditembus. Kaum ijo yang identik dengan Republik Baper sebenarnya sudah mulai beralih.
“Kudu ne Rambo iso sabar disek, ngalah, manut lek iso sebagai orang yang teraniaya koyok jamane Adipati Muntiah durung njabat biyen. Wong sarungan seng dadi komponen utama Republik Baper yo wes mulai runtuh akibat tingkah polah Muntiah sak penjaga pintune,” ceritane Besut.
Tapi kini, dengan hadirnya matahari kembar di Kadipaten Njomplang, cukup menguntungkan banyak pihak. Terutama aparat penegak hukum. Masing-masing kubu akan saling mengintip kesalahan lawan. Yang terjadi kemudian adalah hukum yang bekelindan dengan kekuasaan.
“Podo ngincenge podo siap njeglange, podo wani mbandani e, wong yo podo duwe salah e, akhire seng tetap langgeng cuma Republik Besut,” jare Cak Besut sambil terkekeh.
Tuku ketan nang prapatan
Ketane rego sepuluh ewuan
Lek pengen tenang ojo mburu jabatan
Mergo kabeh garise pengeran
*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.