SUMOBITO, KabarJombang.com – Mendekati hari pencoblosan Pilkades yang dijadwalkan 4 November 2019 mendatang, Suhu politik di Desa Segodorejo, Kecamatan Sumobito, Jombang, mulai memanas.
Menyusul, warga setempat memprotes panitia Pilkades setempat, terkait penulisan nama dusun tiap kotak suara. Warga menilai, hal tersebut bisa menimbulkan gesekan antar warga.
Salah satu warga berinisial PN mengatakan, dari rapat panitia bersama calon Kades, awalnya disepakati ada 7 kotak suara. Hal ini sesuai jumlah 7 dusun di Desa Segodorejo. Kemudian, ada penambahan kotak suara untuk salah satu dusun yang hak pilihnya lebih banyak.
Dirinya mempertanyakan ihwal penulisan nama dusun atau dukuhan di tiap kotak suara tersebut. Menurutnya, hal tersebut memungkinkan menimbulkan permasalahan dan perpecahan antara warga.
“Misalkan, salah satu dusun, warganya tidak mencoblos salah satu calon kades, kan kelihatan. Andai calon tersebut terpilih, pastinya dia akan meanak-tirikan dusun tersebut,” ujar PN, Minggu (27/10/2019).
Karenanya, dirinya menganggap penulisan nama dusun pada tiap kotak suara tidak perlu dilakukan. Dia pun merujuk pada Perbup 25/2019 yang tidak mengatur hal tersebut. Dia mengatakan, pada Pasal 39 di Perbup tersebut hanya termaktub, kotak suara berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan jumlah penduduk, luas wilayah.
Dia berpendapat, hak pilih cukup diarahkan menuju kotak suara dari absen. “Saya harap panitia jangan membuat aturan sendiri dan menyimpang dari aturan. Karena hal itu bisa menimbulkan gesekan antar warga,” kata PN.
Adanya penambahan kotak suara menjadi genap, serta pencantuman nama dusun di tiap desa, pihaknya mensinyalir adanya keberpihakan panitia Pilkades kepada Cakades petahana.
“Karena panitia ini adalah orang-orang mereka. Panitia juga ada dari perangkat desa, otomatis kerjanya nggak maksimal dan tidak bisa netral dalam menjalankan tugas sebagai panitia Pilkades,” beber PN.
Dikonfirmasi terpisah, ketua panitia Pilkades setempat, Abdul Malik mengatakan, penambahan kotak suara dalam satu dusun merupakan kesepakatan bersama yang diputuskan dalam rapat tanggal 25 Oktober 2019. Rapat tersebut yang dihadiri seluruh calon kades beserta tim, seluruh anggota BPD selaku pengawas Pilkades, dan panitia pilkades.
“Untuk sementara ini, 7 kotak suara nanti masing-masing kotak kita tulisi nama masing-masing dusun. Seandainya 7 kotak suara itu tidak cukup menampung hasil coblosan, baru kita menambah satu kotak suara lagi. Soal isu panitia mendukung calon Kades petahana, itu tidak betul,” jawab Abdul Malik, melalui pesan aplikasi WhatsApp, Senin (28/10/2019).
Terpisah, Kepala Bidang Bina Aparatur Pemerintahan Desa DPMD Kabupaten Jombang, Rika Paur Fibriamayusi mengatakan, sesuai Perbup 25/2019, kotak suara harus berjumlah ganjil sesuai luas wilayah.
Menurutnya, dalam Permendagri, Pilkades tersebut tidak boleh ada PSU atau Pemungutan Suara Ulang. Hal tersebut sudah dirumuskan pemerintah pusat, untuk menghindari perolehan suara draw atau imbang.
Jika terjadi draw, maka ditentukan dengan kotak suara tiap dusun. Di dalam aturan, tidak ada keharusan kotak suara ditulis nama dukuhan atau dusun.
“Kalau hal itu bisa menimbulkan konflik, panitia harus bisa mencari solusinya. Atau dengan cara memberi warna kotak, atau mengatur alur lalu lintas pencoblosannya. Kalau jumlah dusun/dukuhan ada 7, boleh 7 kotak suara karena sudah ganjil. Kalau ada 8 jelas tidak boleh,” papar Rika.
Pihaknya juga mengaku sudah mengimbau ke panitia untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan dan tidak menyimpang dari aturan yang berlaku.
“Kita terus mengimbau, jangan sampai terjadi konflik besar terkait Pilkades serentak di Jombang ini. Kita terus mengimbau, agar bisa memberi solusi terbaik di setiap persoalan yang terjadi. Jangan sampai terjadi gesekan antar warga,” ungkap Rika.
Jurnalis: Slamet Wiyoto
Editor: Arief Anas