JOMBANG, KabarJombang.com – Menjelang Pemilu 2024 mendatang. Capres dan cawapres serta tokoh nasional sering datang ke Kabupaten Jombang.
Seperti diketahui, menjelang Pemilu 2024, kontestasi Pilpres menjadi yang paling banyak dibahas dan diperbincangkan. Sadari politik capres dan cawapres malang melintas di lini massa.
Safari politik ini, diyakini merupakan langkah capres maupun cawapres untuk menguatkan basis pendukung di setiap daerah yang dikunjungi. Salah satu daerah yang kerap kali dikunjungi capres cawapres adalah Kabupaten Jombang.
Memang, daerah tempat lahirnya para tokoh nasional ini kerap menjadi jujukan para capres dan cawapres, entah untuk sowan tokoh ulama ataupun kegiatan lainnya.
Banyaknya pondok pesantren di Jombang juga menjadi salah satu alasan lainnya, hal itu juga dikuatkan dengan capres dan cawapres mengunjungi pondok pesantren.
Lantas, mengapa Kabupaten Jombang begitu sexy untuk dikunjungi capres maupun cawapres. Apa hal menarik dari Kota Santri yang dilihat para pendekar politik nasional ini?
Menurut Pengamat politik, sekaligus Direktur LinK Jombang, Aan Anshori, Jombang mempunyai daya tarik yang tidak bisa disepelekan begitu saja dalam kancah perpolitikan nasional.
“Mengapa capres dan cawapres seiring mendekati Pemilu 2024 ini sering datang ke Kota Santri. Dalam analisis saya, mungkin karena politik kita itu adalah politik yang bermazhab patron,” ucapnya pada KabarJombang saat dikonfirmasi pada Rabu (6/12/2023).
Patron dalam artian sesungguhnya yakni satu gagasan, ketika kepala sudah dipegang, maka tubuh dan bagian-bagian yang lain sampai ekor itu sudah bisa dipegang.
“Di titik ini, saya menilai bahwa Kabupaten Jombang memiliki sesuatu yang unik. Dan kemudian dijadikan capres maupun cawapres ini sebagai mitos. Ketika mau running, dan menang dalam politik elektoral mereka harus mengunjungi Jombang,” ujarnya.
Ia menjabarkan analisisnya, mengapa kabupaten yang menjadi tempat lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) ini begitu tampak sexy di mata para capres maupun cawapres.
“Pertama, Jombang ini saya meyakini punya pengaruh yang sangat kuat dalam politik patron itu adalah dimana organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU) itu dilahirkan. Suka atau tidak suka, peran NU dan PBNU itu mempengaruhi landscape politik di Indonesia dalam 20 sampai 30 tahun belakangan ini,” katanya.
Kata Aan, siapapun tokoh yang mendapatkan restu dari NU maupun PBNU itu diyakini akan pasti memenangkan pertandingan elektoral politik khususnya Pilpres. Pada titik inilah NU dan Jombang itu tidak bisa dipisahkan, lagi-lagi ini soal patronase.
“Ketika ada satu capres maupun cawapres itu tidak sowan ke Jombang maka ia merasa dirinya belum sah approval dari NU,” ungkapnya.
“Kedua, masih lagi-lagi soal patronase karena kepentingan capres dan cawapres ini kan bukan soal kepentingan identitas. Karena memang ingin menjaga suaranya. Maka kalau tidak bisa menambah suara, jangan sampai suara yang sudah ia pegang jangan sampai lepas,” katanya menambahkan.
Ketika pilihannya harus ke Jombang atau tidak, maka pilihannya pasti akan mengunjungi Jombang. Dengan datang saja, maka capres dan cawapres ini sudah menunjukkan ke publik bahwa ia sedang tidak punya masalah, sedang baik-baik saja dan sedang mengambil satu approval politik identitas yakni kalangan Islam santri.
“Posisi Jombang semakin kokoh, ketika misalkan ada sosok Gus Dur, kita tahu bahwa beliau memiliki kharisma yang luar biasa hingga saat ini. Artinya capres dan cawapres itu semacam ingin berkontestasi, dia ingin menyampaikan sinyal kepada publik bahwa ia juga didukung dan tidak bersebrangan dengan Gus Dur,” jelasnya.
Aan juga menjelaskan, capres maupun cawapres yang berkunjung ke Jombang, juga punya niatan muatan politis semata.
“Ketika mereka tidak berkunjung kesana, maka kans tidak mendapatkan perolehan suara maka juga sangat besar. Jombang juga sangat kuat pemilihnya, dan banyak tokoh besar yang bisa dimanfaatkan dalam aspek politik. Langkah capres dan cawapres itu sebenarnya langkah politik itu saja untuk mendulang suara saja,” pungkasnya.