JOMBANG (kabarjombang.com) – Beragam kegiatan digelar untuk memperingatan Hari Santri pada Kamis (22/10/2015) di Kabupaten Jombang. Mulai sujud syukur, upacara bendera, hingga tumpengan. Kegiatan ini merupakan sikap warga kota santri menyayangkan jika ada pihak yang menolak penetapan Hari Santri 22 Oktober ini.
Upacara bendera Hari Santri digelar di lapangan Ponpes Bahrul Ulum (PPBU), Tambakberas Jombang. Ribuan santri PPBU mengawali upacara bendera dengan sujud syukur. Selanjutnya, mereka berbaris rapi memadati lapangan tersebut. Ada yang memakai sarung, ada pula yang masih mengenakan seragam sekolah. Sementara pembina upacara oleh KH Abdul Kholiq, salah satu pengasuh PPBU.
KH Abdul Kholiq mengatakan, penetapan Hari Santri Nasional layak diperingati, bahkan disyukuri. Hal itu sekaligus sebagai simbol penghormatan negara kepada kaum santri. Karena peran santri memang cukup dalam berjuang membela tanah air.
“Kami mewakili kaum santri mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden yang telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional,” ujarnya.
Sementara acara tumpengan yang digelar di Graha Gus Dur atau kantor DPC Partai Kebangkitan Bangsa Jombang, sebagai bentuk syukur atas ditetapkannya Hari Santri. Dalam acara itu, hadirin mengirim doa untuk para syuhada yang telah berjuang dalam membela tanah air.
“Artinya peran kaum sarungan atau santri memang cukup besar. Termasuk yang mengobarkan perang 10 November, adalah para kiai lewat fatwa resolusi jihad. Makanya sangat tepat jika ada Hari Santri,” kata Munir Alfanani, Sekretaris DPC PKB Jombang.
Sementara Dimas Cokro Pamungkas, seorang tokoh muda NU Jombang menegaskan, Hari Santri layak diperingati, karena merupakan tonggak sejarah dikukuhkannya kembali komitmen umat Islam terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
“Pengukuhan ini sangat penting agar semangat nasionalisme hingga saat ini tidak tergerus zaman. Selain itu, Hari Santri harus menjadi pengingat bahwa pesantren dan para santri tidak bisa dipisahkan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia,” kata Gus Dimas, begitu warga Kecamatan Gudo dia akrab disapa.
Disinggung adanya pihak yang menolak Hari Santri, Gus Dimas mengatakan, boleh saja menolak, beda pendapat adalah hal wajar. Namun jangan sampai memancing ketidakharmonisan dengan kaum santri.
“Kalau Hari Kartini saja bisa diterima semua kalangan, tanpa takut ada demo minta Hari Cut Nyak Dien, Hari Cut Meutia. Kenapa hari santri yang notebene cikal bakal perjuangan kaum pesantren untuk kemerdekaan RI harus dipermasalahkan?,” tandasnya. (*/karjo)