Anak Pedagang Daun Jati Asal Manduro Jombang, Bergelar Magister Ingin Perbaiki SDM Desa 

Bambang Cahyono pemuda asal Desa Manduro, Kabuh, Jombang saat prosesi Wisuda di Unisma Malang. (Anggit Pujie Widodo).
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Jadi sarjana Magister Hukum, anak pedagang daun jati asal Desa Manduro, Kabuh, Jombang ini ingin perbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Desa Manduro.

Adalah Bambang Cahyono (26) pemuda asal Desa Manduro, Kabuh, Jombang. Punya latar belakang sebagai seorang anak penjual daun jati dari pasangan Tarmijin dan Karni. Bambang akhirnya menempuh pendidikan hingga tingkat Strata 2 di Universitas Islam Malang.

Baca Juga

“Berkat doa dari kedua orang tua saya, sebagian mimpi saya sudah tercapai. Saya juga tidak menyangka bisa sampai lulus S2. SMA saya sekolah harus ikut Asrama, S1 sambil kerja serabutan pernah ikut jadi tukang foto copy, jualan karya desain dan sebagainya yang penting bisa kuliah waktu itu,” ucapnya kepada KabarJombang.com, Senin (8/1/2023).

Pemuda yang lahir pada 2 Januari 1998 itu hadir di dunia dari latar belakang sederhana. Lahir dari ayah seorang buruh tani dan ibunya yang hanya penjual daun jati.

Meskipun begitu, Bambang tidak patah semangat, hingga pada akhirnya ia dapat menyelesaikan pendidikannya di Program Magister Hukum Keluarga Islam di Unisma Malang.

Ia lahir dari desa pedalaman, tepatnya di ujung utara perbatasan Lamongan-Jombang. Sejak kecil  perjuangan orang tuanya untuk menyekolahkannya memang tidak mudah. Kedua orangtuanya dihadapkan dengan kondisi keuangan yang tidak stabil.

“Keinginan untuk bersekolah setinggi-tingginya adalah cita-cita utama saat saya masih duduk di bangku SD” katanya.

Kedua orangtuanya banting tulang dan harus meneteskan keringat setiap harinya untuk bisa menyekolahkan Bambang sampai ke tingkat yang paling tinggi. Perjuangan orangtuanya itulah yang tidak ia sia-siakan.

Terlebih, tujuannya bersekolah sampai ke tingkat yang paling tinggi tak lain dan tak bukan untuk meneruskan cita-cita sang ayah yang memang harus putus sekolah. Ayahnya harus putus sekolah saat duduk di bangku SD lantaran tidak kuat membiayai pendidikan lanjutan.

Kisah hidup orang tuanya itu yang membuat Bambang bertekad kuat untuk meraih mimpi pendidikan tinggi dan berkarier sebagai guru atau dosen.

“Sejak itu, hanya modal nekad saja. Dikasih uang saku ibu Rp 500 ribu hasil nabung jualan daun jati ke pasar. Saya menyadari bahwa ekonomi keluarga memang sulit yang mengharuskan saya harus kuliah sambil kerja,” terangnya.

Lebih lanjut, selaras dengan cita-cita orangtuanya, ia juga punya harapan  menjadi akademisi atau dosen. Keinginan itulah yang membuatnya nekad, dan mau tidak mau, bisa atau tidak harus menempuh pendidikan setinggi mungkin.

Setelah lulus jenjang Strata 1 (S1) Pendidikan Agama Islam di STIT Al-Urwatul Wutsqo Jombang, ia kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan ke Universitas Islam Malang.

“Saya selalu yakin niat yang baik akan selalu ada jalan terang yang akan menghampiri saya. Dan yang tak kalah penting adalah restu dari ibu. Alhamdulillah selalu dipertemukan dengan orang-orang baik,” jelasnya.

Jalannya memang tidak mulus, berbagai baru terjal ia lewati satu per satu. Mulai dari biaya hidup dan jadwal kuliah yang padat. Selama menjalani proses belajar S2, ia juga bekerja sebagai guru honorer disalah satu SD di Jombang dan juga merangkap jadi jurnalis di salah satu media nasional.

“Alhamdulillah, berkat menjadi seorang jurnalis saya dipertemukan dengan orang-orang baik yang banyak mensupport langkah-langkahnya,” imbuhnya.

Harus menyeimbangkan kuliah dan pekerjaan menjadi tantangan lain yang dihadapi Bambang. Rintangannya semakin berat, namun semua ia lalui dengan modal nekad dan bismillah.

“Itu memang tidak mudah, tapi saya yakin bahwa pendidikan adalah kunci untuk perubahan yang lebih baik dalam hidup. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk membagi waktu antara kuliah, pekerjaan, organisasi dan juga waktu bersama teman-teman,” tukasnya.

Kuliah dan bekerja hingga mendapatkan gelar Magister ia tujukan untuk mewujudkan cita-cita kedua orangtuanya dan juga bentuk partisipasi untuk memperbaiki sumber daya manusia (SDM) di Desa Manduro yang menurutnyamasih rendah.

“Kita tidak tahu jalan hidup seseorang, kita manusia hanya bisa merancang tetapi Tuhanlah yang menentukan,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, ibunda Bambang, Karni saat ini merasa bangga dan haru dan tak bisa mengungkapkan rasa bahagianya. Terlihat tetesan air mata mengalir di pipinya. Rasa syukur terus ia panjatkan saat melihat anak pertamanya bisa lulus sampai S2.

“Ketika Bambang masih kecil, saya selalu mendukung untuk belajar. Saya hanya terakhir tamat SD namun bapaknya tidak tamat SD. Saya memang buta huruf tapi jangan pada anak-anak ku,” kata Karni dengan mata berbinar.

Menurutnya, Bambang merupakan anak yang nekad dalam hal mencari ilmu. Ia sempat menyuruhnya untuk tidak melanjutkan pendidikan hingga tingkat SMA karena keterbatasan ekonomi.

“Orangnya itu nekad, kepinginnya sekolah terus, waktu SMA pun ikut Asrama, kuliah S1 sambil kerja serabutan. Saya cuma pesan 1 hal dimanapun berada jaga sopan santun dan berbuatlah baik kepada orang sudah itu saja. Alhamdulillah sekarang sudah lulus S2 dan ia masih punya rencana untuk lanjut S3,” pungkasnya.

 

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait