MOJOWARNO, KabarJombang.com – Petani jagung di Desa Mojojejer, Kecamatan Mojorwarno, Jombang mengeluh. Pasalnya, hasil panen jagung miliknya mengalami penurunan.
Seorang petani jagung di Mojojejer, Heri (42) mengatakan, lahan jagung ,iliknya seluas 300 bata, hasil panennya mengalami penurunan jika dibandingkan dengan musim tanam ketiga pada tahun 2019 lalu.
“Musim panen jagung tahun lalu bisa sekitar 125 karung dalam lahan seluas 300 bata. Namun saat ini hasil panen hanya 80 karung saja,” ungkapnya pada KabarJombang.com, Kamis, (12/11/2020).
Heri mengaku tak tahu secara pasti faktor utama apa yang menyebabkan hasil panennya turun. Ia pun bingung apakah jenis jagung yang ditanami, pengaruh cuaca, atau pengaruh hama yang menyebabkan penurunan.
“Ini turun karena apa ya kurang tahu, apakah jenis jagungnya, apakah cuaca. Kalau hama sih ada, hama tikus itu tapi menurut saya nggak terlalu banyak kalau disini,” bebernya.
Heri tak menyangka bagaimana hasil panen nya bisa turun, padahal pupuk yang digelontorkan ketika perawatan sudah cukup. Mulai dari tetes hingga pupuk urea.
Panen yang dilakukannya setiap tahun yakni dengan sistem ditebas (dibeli tengkulak). Pada musim panen ini per 100 bata hanya dihargai Rp 3,3 juta.
Ia mengaku harga Rp 3,3 juta sama dengan tahun lalu, alias tidak ada peningkatan. Hal ini dimungkinkan karenanya ada penurunan produksi panen jagung.
Terkait keuntungan, Heri mengaku masih bisa dirasakan, pasalnya untuk tenaga kerja menggunakan jasa sanak saudaranya.
Berbeda dengan para petani yang menggunakan jasa tenaga bayaran, untuk mengurus sawah atau memanen, dirasa keuntungan itu kurang, kata Heri.
“Kalau saya Alhamdulillah dibantu saudara sendiri pas panen. Jadi pengeluaran tidak terlalu banyak. Beda lagi kali menggunakan preman (tukang panen) ya pasti keuntungan yang dirasakan sedikit,”pungkasnya.