NGORO, KabarJombang.com – Musim giling 2020, petani tebu di wilayah Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, sedikit bisa bernapas lega dibanding musim giling tahun sebelumnya, meski harga gula di tingkat petani tahun ini masih mengalami naik turun.
Kusnan (66) petani tebu asal Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro mengatakan, harga tebu pada periode tebang 1, 2 dan 3 relatif naik turun mulai Rp 10.250 sampai Rp 10.900. Sementara pembayaran uang gula, relatif lancar.
Di periode tebang 4 sampai 7, lanjut Kusnan, harga gula mulai bagus, hingga menyodok Rp 11.200 per kilogramnya. Hanya saja, uang pembelian gula, belum dibayar.
“Kalau saat ini periode 4 sampai 7, harga gula bagus di tingkat petani. Seharga Rp 11.200 per kilogram. Tapi belum dibayar sama pembeli, katanya, masih belum ada uang,” kata petani tebu yang memiliki sawah sekitar 20 hektare ini.
Ia mengaku akan mengalami kendala biaya tebang angkut dan lainnya, kala uang pembelian gula belum dibayarkan. Meski begitu, ia mengaku cukup lega dengan adanya deadline pembayaran dari pihak pembeli. “Janjinya bulan Agustus dibayar, tapi nggak tahu tanggal berapa,” pungkas Kusnan.
Hal senada juga diungkapkan Dyah (40) petani tebu asal Desa Kertorejo, Kecamatan Ngoro. Harga gula di tingkat petani tahun ini cenderung lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Dyah menjelaskan, dalam satu bulan ada tiga periode tebang. Satu periode tebang sekitar 10 hari. Pada periode 1 yakni mulai awal masa giling sampai periode 3 lalu, keuangan dalam pembelian gula cukup lancar.
“Begini, periode 1 tanggal 1-10, periode 2 tanggal 11 sampai 20 begitu seterusnya. Untuk 5 hari setelah tebang, kita diberi gula oleh pihak pabrik. Istilahnya incip sekitar 5 persen. Yakni pada tanggal 15,” paparnya.
Sama yang dialami Kusnan, hasil tebang periode 4 sampai 6, kata Dyah belum dibayarkan. Ia memperkirakan, tersendatnya pembayaran gula pada periode tersebut terpengaruh kebijakan baru yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Di mana, pemerintah menetapkan HET gula sebesar Rp 11.200 ribu. Namun, pihak pembeli saat ini belum ada uangnya.
“Janjinya sih uangnya cair pada bulan ini, tapi nggak tahu realisasinya. Dan ngambilnya sih nanti di koperasi,” tuturnya.
Untuk upah giling tebu, lanjut Dyah, menggunakan sistem prosentase dengan pihak pembeli. Yakni 34 persen untuk pihak penggiling, sedangkan 66 persen masuk ke petani tebu. “Kalau hasil giling, petani dibebaskan memilih, apakah menerima uang atau gula,” pungkasnya.
Sementara itu, pihak PG Tjoekir melalui TU Bidang Hasil, saat dihubungi KabarJombang.com belum bisa memberikan jawaban terkait hal tersebut. Menurutnya, GM (General Manager) sedang rapat.