JOMBANG, (kabarjombang.com) – Belasan aktivis yang tergabung dalam Kopiah Nusantara menggelar aksi demonstrasi di depan Mapolres Jombang, Jumat (5/8/2016) pagi. Dalam aksinya, massa meminta aparat kepolisian setempat segera mengusut dugaan gratifikasi pengadaan buku LKS (Lembar Kerja Siswa) di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Jombang yang saat ini menjadi perbincangan publik.
Selain melakukan orasi, belasan massa juga membentangkan poster berisi tuntutan dan kecaman terhadap pejabat Disdik Jombang yang dinilai melakukan komersialisasi pendidikan.Tak hanya itu, diantara massa aksi, terlihat dua aktivis memakai baju seragam berwarna putih dan celana merah bertopi uang, yang menggambarkan bahwa dunia pendidikan sudah diciderai dengan kepentingan bisnis.
“Ini kita lakukan sebagai simbol bahwa dunia pendidikan di Jombang sudah diciderai Dinas Pendidikan Jombang,” ujar Mahmudi Faton saat ditemui usai unjuk rasa.
Menurutnya, pengadaan buku LKS yang dinilai tidak begitu penting, namun siswa tetap dipaksakan membelinya. Bahkan, pihaknya menuding bahwa ada oknum pejabat Disdik yang ikut bermain di dalamnya.
“Jadi kita meminta pihak kepolisian melakukan penyelidikan terhadap oknum pejabat Disdik yang diduga menerima gratifikasi dari lima CV yang ditunjuk sebagai penerbit buku LKS itu. Pasalnya, dari informasi dan temuan kami, oknum tersebut menerima gratifikasi dari lima CV yang ditunjuk sebagai penerbit buku LKS. Meski begitu, hingga saat ini buku LKS tersebut masih dalam proses cetak,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau mengacu pada Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Disamping itu, dalam UU No. 20 Tahun 2001 dikatakan bahwa modus memperkaya diri sendiri bagi pejabat negara adalah dengan cara meminta dan atau menerima hadiah merupakan termasuk gratifikasi.
“Jika merujuk pada aturan itu, maka kami minta polisi segera melakukan penyelidikan atas dugaan gratifikasi tersebut. Apalagi dalam Permendikbud Nomor 2 Tahun 2008, hal itu dilarang. Jadi, ini merupakan bentuk melawan hukum,” katanya.
Seperti yang diketahui sebelumnya, kasus pengadaan Buku dan LKS pada siswa SD Negeri di Jombang terus menjadi perbincangan di masyarakat. Diduga, jaringan mafia buku itu diduga melibatkan penerbit, pejabat dinas pendidikan setempat, serta forum Kepala Sekolah hingga guru.
Hal tersebut, diakui salah satu guru SD yang enggan namanya disebut. Menurut sumber ini, mata rantai terbentuknya jaringan mafia buku bersumber dari Dinas Pendidikan setempat. Sebab, penerbit tidak akan bisa masuk ke sekolah-sekolah tanpa izin dari Dinas Pendidikan (Disdik). Dalam hal ini, pihak sekolah diduga bekerjasama berbagi fee (keuntungan) dengan penerbit. Sehingga, mereka dengan leluasa membagikan buku-buku LKS kepada seluruh siswa. Meski secara formal memberikan surat penawaran, namun siswa tetap diminta membayar uang buku yang sudah diberikan pihak sekolah tersebut.
Pengakuan seorang guru, sekitar bulan Januari – Februari, sejumlah Guru SD se-Jombang dikumpulkan di Aula Disdik setempat. Mereka diundang dalam forum Kelompok Kerja Guru (KKG). Dalam agendanya, hanya tertulis pembekalan guru pemandu. Ternyata, para guru diminta untuk menyusun LKS. Sejak pertemuan pertama ini, seluruh guru yang direkrut secara paksa tersebut menjadi tim penyusun LKS dan menggelar beberapa kali pertemuan. Setelah LKS tersusun, pihak diknas mulai menunjuk lima perusahaan (CV) penerbit untuk mencetak LKS buatan mereka. Tidak hanya itu, melalui UPT (Unit Pelaksana Teknis) Dinas Pendidikan, seluruh sekolah diwajibkan membeli LKS buatan para guru tersebut. (ari)