JOMBANG, KabarJombang.com-Kasus video mesum yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jombang, Senen, bersama Dian Yunitasari, mantan Sekretarisnya, memantik reaksi keras dari berbagai pihak.
Pasalnya, meskipun keduanya terlibat dalam skandal moral yang meresahkan masyarakat, sanksi yang dijatuhkan kepada mereka dinilai terlalu ringan. Mereka hanya mendapatkan penurunan pangkat selama satu tahun.
Sanksi tersebut bertolak belakang dengan keputusan yang dijatuhkan kepada oknum Satpol PP Jombang yang diberhentikan secara tidak hormat karena pelanggaran administratif.
Pakar hukum dari Jombang, Ahmad Sholikhin Ruslie, memberikan tanggapan keras terhadap keputusan tersebut. Menurutnya, sanksi yang dijatuhkan kepada Senen dan Dian terkesan tidak sebanding dengan pelanggaran moral yang mereka lakukan.
Ia menilai bahwa sanksi tersebut terlalu ringan mengingat peran penting mereka sebagai pejabat publik, terutama dalam bidang pendidikan yang sangat terkait dengan moralitas generasi bangsa.
“Jika dibandingkan dengan sanksi yang dijatuhkan kepada oknum Satpol PP yang diberhentikan. Sanksi kepada mantan Kepala Disdikbud dan mantan Sekdisdikbud ini terlihat jauh lebih ringan,” ujar Sholikhin Ruslie saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp, pada Rabu (6/11/2024).
“Opini publik semakin mengarah kepada dugaan bahwa keduanya dilindungi pihak-pihak tertentu di jajaran Pemkab Jombang. Kecurigaan ini semakin kuat karena Pj Bupati Jombang tidak mengungkapkan pasal dan ayat mana yang dilanggar kedua pejabat tersebut,” lanjutnya.
Dalam pandangan Rusli, sebagai pejabat tinggi di lingkungan pemerintah daerah, Senen seharusnya mendapatkan sanksi yang lebih berat, bahkan bisa saja diberhentikan dengan tidak hormat.
“Sebagai mantan pimpinan tertinggi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Senen seharusnya menjadi contoh bagi bawahannya. Dalam video tersebut, Senen jelas yang berinisiatif. Tindakannya tentu berdampak negatif tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga bagi instansi yang dipimpinnya,” bebernya.
Dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya tersebut, menambahkan bahwa skandal ini sangat merusak citra Disdikbud Jombang yang memiliki tugas mulia dalam membentuk karakter dan moral generasi bangsa.
“Pendidikan adalah sektor yang paling sensitif terkait moralitas. Seharusnya Pj Bupati sebagai pemimpin daerah bisa lebih tegas dalam menegakkan disiplin terhadap bawahannya, terlebih lagi yang terkait dengan moralitas dan etika publik,” katanya.
Lebih lanjut, Pakar Hukum asal Jombang tersebut juga menyoroti ketidakjelasan dalam penerapan pasal disiplin PNS yang dikenakan kepada kedua pejabat tersebut.
“Berdasarkan dugaan saya, pasal yang dikenakan kepada mereka adalah Pasal 9 angka 6 dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yang mengatur kewajiban PNS untuk menjunjung tinggi kehormatan negara, martabat PNS, dan menjaga citra instansi,” jelasya.
Namun, ia mempertanyakan mengapa pasal yang lebih ringan, yaitu Pasal 9 angka 6, yang diterapkan kepada mereka, padahal pelanggaran yang terjadi jelas tergolong berat. Pasal 9 yang mengatur pelanggaran sedang, sementara Pasal 10 angka 4 menyebutkan sanksi bagi pelanggaran berat.
“Pasal 10 mengatur pelanggaran yang lebih serius dan berpotensi memberikan dampak besar pada instansi dan negara. Saya merasa publik berhak mendapatkan penjelasan mengapa Pasal 10 tidak diterapkan dalam kasus ini,” lanjutnya.
“Karena tidak ada penjelasan yang memadai, ini menimbulkan pertanyaan besar. Jika pelanggaran tersebut diakui sebagai pelanggaran moral yang besar, maka seharusnya sanksinya juga harus setimpal. Kalau tidak, ini akan menciptakan preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan,” tandas Rusli.
Selain itu, ia juga mengkritik ketidakadilan dalam perlakuan terhadap oknum Satpol PP yang diberhentikan karena dianggap melanggar ketentuan administratif, meskipun alasan ketidakhadirannya cukup jelas.
“Oknum Satpol PP itu diberhentikan hanya karena tidak masuk kerja selama 41 hari, yang bahkan tidak pernah mendapat pembinaan atau peringatan. Itu lebih terkait dengan masalah administratif. Namun, justru dia yang diberhentikan dengan sangat cepat. Sedangkan yang terlibat dalam pelanggaran moral yang lebih luas, mendapatkan sanksi yang sangat ringan,” paparnya.
Menurutnya, kejadian ini memunculkan pertanyaan besar tentang objektivitas dan keadilan dalam pemberian sanksi Pemerintah Kabupaten Jombang.
“Di satu sisi, pelanggaran moral yang dampaknya jauh lebih besar hanya mendapat sanksi ringan. Sedangkan pelanggaran administratif yang skalanya lebih kecil malah mendapatkan tindakan tegas berupa pemecatan. Di sinilah objektivitas Pj Bupati diuji,” pungkasnya.