JOMBANG, KabarJombang.com – Menyuarakan tiga tuntutan, massa buruh yang tergabung dalam FPRB (Forum Perjuangan Rakyat Bersatu), Selasa (10/11/2020) berunjukrasa.
Tiga tuntutan dalam aksinya di Balai Pelatihan Kerja Provinsi Jawa Timur di Jombang tersebut. Sebagaimana disampaikan Ketua DPC Saburmusi Lutfi Mulyono, diantaranya adalah
mendesak pegawai pengawas ketenagakerjaan bekerja sesuai dengan undang- undang. Yakni, segera menerbitkan penetapan kekurangan upah, lembur dan sebagainya.
“Itu kewenangan pegawai pengawas, 2018 yang lalu sudah kita laporkan, sudah tiga tahun dan hasilnya kurang maksimal,”ungkapnya.
Lutfi yang juga sebagai Ketua Umum FPRB menuturkan, semua kasusnya dianulir. Kasus yang ada selama ini diarahkan ke Pengadilan Hubungan Industri (PHI).
“PHI tidak memiliki kewenangan sama sekali menyelesaikan kekurangan upah dan lembur. Sedangkan pegawai pengawas itu hasil pemeriksaannya disounding ke PPNS untuk digelar perkara dengan Polda dan endingnya sama Kejaksaan,” ceritanya.
Pihaknya menyayangkan, selama ini tidak pernah ada tindakan yang dilakukan pegawai pengawas. Hampir semua kasus dianulir ke PHI. Lutfi menilai pihak pengawas kurang serius menangani hal ini.
Sementara tuntunan kedua yakni menuntut Bupati dan DPRD Jombang, untuk mengevaluasi kinerja pegawai pengawas. Dikatakan, seharusnya pegawai pengawas harus memiliki tanggung jawab untuk menciptakan situasi dan kondisi yang baik bagi buruh.
Tuntunan ketiga adalah meminta kenaikan UMK (Upah Minimum Kabupaten). Mengacu SK Gubernur yang baru diterbitkan kata Lutfi, pihaknya menyebut kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar 5,6 persen. Sehingga dirinya berasumsi kenaikan UMP juga akan berpengaruh pada UMK Kabupaten Jombang.
“Sebanyak 95 persen buruh belum mendapatkan gaji UMK, harapannya pemerintah koperatif dengan gerakan yang kita lakukan hari ini untuk kenaikan UMK tahun 2021,”tandasnya.
Selain itu kaum buruh berharap adanya diskusi, kajian, dan solusi antara buruh dengan pemerintah. Adapun kemungkinan terburuk tidak ada kenaikan UMK, buruh meminta ada jaminan, yakni UMK 2020 teralisasi dan tidak ada penyusutan gaji hingga ditangan buruh.
“Hasil dari aksi kita hari ini, solusinya pemeriksaan ulang, tapi tidak menjamin masalah selesai, kenapa tidak berani menetapkan pihak yang bersalah? Padahal sama sama memiliki bukti,” jelasnya.
Kasus yang belum terselesaikan hingga tiga tahun itu, FPRB berharap agar semua kasus dapat terselesaikan dengan cepat. Salah satunya yakni perusahaan playwood yang sampai saat ini belum menerima THR (Tunjangan Hari Raya) tahun 2019.
“Padahal hanya 29 orang yang belum mendapat THR, dihitung-hitung tidak sampai Rp 150 juta, paling Rp 100 juta. Nah padahal ini sekelas Sampoerna grup kenapa nggak dikasih,”keluhnya.