JOMBANG, KabarJombang.com- Pabrik plastik di Desa Plosokerep, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang hingga saat ini masih berpolemik. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang, berjanji akan segera tindak lanjuti.
Kepala Bidang Pengendalian Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan DLH Jombang, Yuli Inayati mengatakan, pabrik plastik di Desa Plosokerep tersebut ada dua yang bernama Kartika Plastik dan UD Arta Persada Plasindo.
Menurutnya, beroperasinya kedua pabrik plastik tersebut sudah mengantongi izin baik dokumen UPL-UKL maupun IPAL-nya. Dan berdirinya pabrik tersebut diketahui sudah sejak lama.
“Kegiatan usaha di Plosokerep itu kan memang ada dua ya. Kartika Plastik dan UD Arta Persada Plasindo, untuk Kartika Plastik ini berdirinya sudah sejak lama dan UD Arta Persada Plasindo ngurus dokumennya baru sekitar tahun 2018 lalu,” kata Yuli kepada KabarJombang.com, Jumat (26/3/2021).
“Ya nanti akan kita tindak lanjuti, tapi saya harus pastikan dulu apakah ini persoalan lingkungan hidup atau bukan, karena SOP nya seperti itu. Dan jika nanti ditemukan ya akan kita rekomendasikan apa yang harus diperbaiki pihak pabrik,” sambungnya.
Sebelumnya, kedua pabrik tersebut berawal dari satu pabrik saja yaitu Kartika Plastik. Namun sekarang terpecah menjadi UD Arta Persada Plasindo. Dimana keduanya ini dalam pengolahannya berbeda-beda.
Beroperasinya pabrik awal dulu yakni pabrik Kartika Plastik, mulai dengan mencuci, kemudian pengeringan, hingga menjadi pellet. Kemudian menjadi tali rafia (limbah cair). Sedangkan, UD Arta Persada Plasindo (limbah kering).
“Namun, dalam perkembangannya pecah. Jadi, yang Kartika Plastik itu yang memproses mulai dari bahan baku limbah pencucian itu hingga menjadi pelet. Setelah menjadi pelet dan rafia itu ikut UD Arta Persada Plasindo, sepertinya begitu. Bahan bakunya pun tidak hanya diperoleh dari Kartika saja tetapi juga dari yang lain,” bebernya.
Keresahan warga Plosokerep ini ternyata bukan hanya kali pertama ini. Akan tetapi pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah ada pengaduan dua kali akibat limbah cair dari pabrik yang diterima DLH sekitar bulan Maret 2020 lalu.
Aduan tersebut kemudian direspon DLH dengan memberikan sanksi adminiatratif hingga mewajibkan para pelaku usaha untuk membuat IPAL dan IPLC.
“Sejauh ini yang kita tahu mereka sudah melaksanakan itu. Begitupun dari rekomendasi pembuatan cerobongnya seperti apa. Sampai keluar izin pembuangan limbah cair. Karena kita tidak bisa mengeluarkan izin kalau syarat baku mutunya belum terpenuhi,” ungkapnya.
Selain itu, Yuli menjelaskan jika pihaknya juga sempat mengecek kualitas air yang ada di pabrik tersebut. Menurutnya, jernih tidaknya air belum bisa dipastikan kualitasnya seperti apa.
“Ketika air itu kotor bukan berarti ia tidak memenuhi dan sebaliknya. Karena semua itu punya baku mutu sendiri-sendiri. Dan baku mutu itu sudah disesuaikan dengan Pergub,” katanya
“Jadi, Kualitas airnya waktu itu kita sendiri yang melakukan pengujian. Pada saat izin dikeluarkan waktu itu kualitas air limbah sudah memenuhi,” imbuhnya.
Terakhir, Yuli menyampaikan jika DLH tidak mengakomodir kompensasi kepada masyarakat. “Memang ada denda kerugian, tapi itu bukan untuk diserahkan kepada masyarakat, tapi untuk pemulihannya,” pungkasnya.
Diketahui kedua pabrik plastik tersebut belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) dan timbulkan bau tak sedap akibat asap pembakaran mencemari udara lingkungan sekitar.
Bahkan kedua pabrik yang jaraknya berdekatan ini kerap kali mengganggu aktivitas warga sekitar. Seperti pencemaran udara bahkan pencemaran air yang ditimbulkan dalam lima tahun terakhir sangat dirasakan.