KABAR JOMBANG (kabarjombang.com) – KPTR Arta Rosan Tijari menyebut, kendala tidak cairnya dana kredit pembiayaan tanam petani tebu melalui program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dari bank BNI dan BRI pada masa tanam 2014/2015, lebih disebabkan karena tersendatnya pengembalian dana program tahun sebelumnya.
Dari persoalan ini, KPTR Arta Rosan Tijari berharap agar pihak bank juga berani menegur dan menagih ke pihak PG sebagai afalis. Karena pihak afalis lah yang berkuasa menentukan siapa saja yang akan mendapat bantuan. Disamping itu, pihak afalis juga yang menyimpan jaminan atau agunan petani penerima bantuan.
“Memang benar jika dana bantuan tersebut masuk ke rekening KPTR, tapi sebatas lewat saja. Kemudian dana tersebut berpindah ke rekening pihak afalis. Seolah-olah, program KKP-E ini, KPTR hanya menjadi sampul pencitraan program pemerintah saja,” terang H Cholid Makarim, Ketua KPTR Arta Rosan Tijari, di sela-sela RAT ke-16, Rabu (9/9/2015).
“Jadi, tidak harus serta merta menyalahkan KPTR jika terjadi dana kredit yang masih belum lunas,” lanjutnya.
H Cholid Makarim berpendapat, alangkah elok jika pihak bank lebih berani memangkas alur program kredit tersebut, dengan melakukan terobosan menjadikan KPTR sebagai pihak afalis.
“Karena KPTR bersinggungan langsung dengan petani yang menjadi anggotanya. Dengan begitu, KPTR lah yang berperan menyeleksi dan menentukan siapa saja yang memenuhi syarat untuk diberi program. Itupun jika benar-benar ingin memacu pertumbuhan ekonomi mikro petani. Pertanyaan kemudian, beranikah bank melakukan hal itu?,” paparnya.
Dijelaskannya, salah satu penyebab tersendatnya petani membayar kredit KKP-E masa tanam 2013/2014 lantaran kepemilikan lahan tidak sesuai dengan luasan yang diajukan atau digambar melalui mekanisme GPS, sehingga taksasi tebunya tidak terpenuhi.
“Karenanya, kedepan, pihak PG harus benar-benar validasi secara serius terkait verifikasi lahan agar tidak terjadi kepemilikan lahan fiktif,” katanya.
Selain itu, pihak PG Tjoekir harus memiliki database GPS lahan pertanian di wilayahnya, sehingga penyaluran kredit lebih cepat. “Selain itu, harus ada sanksi yang diberikan kepada petani yang wan-prestasi dan petugas yang berwenang melakukan verifikasi lahan di tingkat wilayah atau distrik,” jelasnya. (rief)