JOMBANG, (kabarjombang.com) – Puluhan sak limbah yang diduga berasal dari abu peleburan logam berbahaya, digunakan untuk pengurugan dan menambal jalan rusak. Hal ini terlihat di jalan poros Desa Ngrandulor, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Kamis (2/6/2016) pagi.
Dari pantauan di lokasi, tampak beberapa pekerja tengah menurunkan sejumlah karung dari truk berisi limbah yang diduga berkategori B3 (bahan berbahaya dan beracun) berwarna abu-abu itu. Bahkan, karena akan digunakan bahan pengurugan, beberapa sak juga sudah tertata rapi.
“Saya sendiri tidak tahu ini limbah atau bukan, karena saya hanya sebagai kuli saja,” ujar salah satu pekerja yang enggan namanya disebutkan itu.
Pria bertubuh kekar itu mengaku, puluhan karung berisi limbah berbahaya itu berasal dari Desa Kendalsari, Kecamatan Sumobito. Selain itu, menurutnya, puluhan limbah yang terbungkus dengan sak putih itu nantinya akan dipergunakan sebagai bahan uruk jalan. Sebab, di jalan poros desa sepajanjang 10 kilometer itu, kondisinya sudah rusak cukup parah. Meski begitu, dia tidak megetahui secara pasti alasan sejumlah warga memilih bahan urug dari limbah B3 itu.
Namun, menurut informasi yang dia terima, harga limbah itu terbilang cukup murah dibanding menggunakan tanah biasa. Hanya dengan kurang dari Rp 200 ribu saja, pembeli sudah bisa memperoleh puluhan sak limbah. Sebab, penjualan puluhan limbah tersebut dalam hitungan truk bukan dalam hitungan kiloan.
“Bukan per kilo, tapi harga satu truknya Rp 150 ribu. Entah dapat berapa karung, mungkin ada sekitar 50-an sak. Yang jelas harga lebih murah,” bebernya.
Parahnya lagi, para pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa limbah tersebut adalah limbah berbahaya bagi kesehatan, meski seluruh tubuhnya dipenuhi limbah yang berwarna abu-abu itu. Selain itu, pengurugan jalan rusak diduga memakai bahan limbah B3 itu baru saja dimulai.
“Rencananya sepanjang 10 kilometer, beberapa jalan yang kondisinya kini rusak diurug menggunakan limbah berbahaya itu. Dan inipun baru mulai hari ini,” katanya.
Terpisah, Kepala Sub Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan BLH (Badan Lingkungan Hidup) Jombang, Yuli Inayati mengatakan, limbah yang dipakai sebagai bahan urug jalan rusak itu masuk dalam limbah mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Sehingga, sangat tidak cocok jika limbah itu dipakai untuk perbaikan jalan. Pasalnya, limbah itu berasal dari slag aluminium. Dan itu jelas tidak sehat dan mengganggu kesehatan,” katanya, Jum’at (3/6/2016).
Meski begitu, diperkirakan perbaikan jalan dengan menggunakan limbah berbahaya itu bakal terus berlanjut. Mengingat, dalam penertiban bukan menjadi kewenangan pihaknya. “Kami tidak bisa menghentikan, karena bukan ranah kami, sudah ada pihak lain,” tuturnya,
Padahal, Pemkab Jombang sudah mempunyai aturan tentang pengolahan limbah B3. Tentunya, dengan mengkaji Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) terlebih dahulu. Seandainya limbah tersebut bisa diolah dengan menggunakan teknologi, maka otomatis dapat dijalankan.
“Jadi sebenarnya kita sudah punya Amdal kawasan untuk pengelolaan slag alumunium, hanya yang menjadi masalah tidak cukup dengan itu. Seharusnya ada prosedur perizinan lain, butuh tempat penyimpanan khusus,” paparnya.
Namun, dalam perjalanannya selama ini masih banyak kegiatan industri kecil membuang limbah itu seenaknya. “Seharusnya ada izin menimbun limbah B3 itu di tempat penimbunan yang memenuhi syarat. Jika tidak mampu, harus menyerahkan ke pihak lain yang sudah memiliki izin. Artinya, tidak dibuang sembarangan. Tempat penimbunan harus kedap dengan air,” jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, sudah ada sanksi khusus, sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 102 dan 103. Bagi setiap orang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin, dipidana penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar. (ari)