PLANDAAN, KabarJombang.com – Masuk musim hujan, akses menuju salah satu dusun di Kabupaten Jombang ini butuh waktu 4 sampai 5 jam untuk sampai ke lokasi. Demikian ini karena akses jalannya yang rusak parah berlumpur.
Akses jalan menjadi faktor utama mengapa jarak tempuh jadi begitu lama. Hal itu bisa ditemui di Dusun Rapah Ombo, Desa Pojok Klitih, Kecamatan Plandaan, Jombang.
Jarak tempuh jika ingin menuju Dusun Rapah Ombo dari Desa Pojok Klitih maupun sebaliknya itu menempuh waktu 4 sampai 5 jam jika musim hujan.
Musim hujan, tampaknya menjadi tantangan lain bagi warga sekitar untuk menuju kota. Pasalnya, akses jalan yang curam dan ekstrim ini akan menjadi licin dan berlumpur saat diguyur hujan.
Hal itulah yang menyebabkan kondisi jalan menjadi tidak stabil dan harus dilalui begitu lama. Jika musim hujan, kondisi jalan menjadi seperti tumpukan lumpur bercampur batu.
Karena itu, warga yang hendak menuju Desa Klitih, atau sebaliknya harus menempuh waktu berjam-jam karena akses jalan yang begitu sulit dilewati.
Warga sekitar yang rata-rata menggunakan kendaraan sepeda motor dengan ban motor trail saja sulit, apalagi hanya sepeda motor dengan ban motor standar.
Kondisi jalan yang berlumpur bercampur batu itu juga ditambah dengan area sekitar yang dikelilingi hutan. Para warga yang mengendarai kendaraannya juga harus lebih berhati-hati agar tidak terjatuh.
Menurut Kepala Dusun Rapah Ombo, Padi, untuk musim hujan memang jarak tempuhnya berjam-jam, bisa menghabiskan waktu 4-5 jam.
“Kalau musim kemarau itu hitungannya sebentar, hanya memakan waktu 1 samai 2 jam saja. Tapi kalau musim hujan seperti ini bisa memakan waktu 4 sampai 5 jam,” ucapnya, Kamis (30/11/2023).
Padi menjelaskan, faktor utama mengapa membutuhkan waktu berjam-jam itu karena kondisi jalan. Kondisi jalan jika tidak musim hujan berliku. Ruas jalan juga masih didominasi pasir dan bebatuan.
Jika musim hujan, kondisi jalan akan menjadi licin dan berlumpur. Menurut Padi, kondisi jalan itu memang sejak dari ia kecil sudah seperti itu.
Kondisi akses jalan ini menurutnya sudah biasa bagi dirinya dan warga sekitar. Karena memang sejak ia kecil, kondisi jalan sudah seperti itu. Sehingga hal itulah yang membuat warga tetap bertahan karena sudah terbiasa.
“Memang sejak dulu sudah seperti itu. Jadi warga di sini sudah terbiasa. Yang menjadi kendala itu kalau ada warga yang sakit dan harus dibawa ke Puskesmas, nah itu agak sulit karena akses ke kota itu yang butuh waktu lama,” ungkapnya.
Ia menambahkan, selain akses jalan yang curam, akses listrik saja baru diterima di daerahnya di tahun 2017. Sebelum listrik masuk, warga sekitar menggunakan pencahayaan dengan memanfaatkan tenaga diesel yang disalurkan ke semua rumah warga.
“Selain menggunakan tenaga diesel, warga juga masih menggunakan lampu petromax yang menggunakan bahan bakar minyak tanah bertekanan,” katanya.
Ditanya perihal aktivitas warga sekitar, Padi menjabarkan warga di Dusun Rapah Ombo rata-rata bekerja sebagai petani dan juga beberapa warga ada yang beternak.
“Warga disini bekerja sebagai petani dan ada yang punya ternak hewan. Untuk petaninya di sini ganti-ganti, beras dan juga lombok. Yang dijual itu biasanya lombok, kalau beras sebagian besar digunakan untuk kebutuhan pribadi masyarakat,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, untuk kebutuhan pangan sehari-hari, masyarakat di Dusun Rapah Ombo tidak kekurangan.
“Jadi masyarakat di sini gotong royongnya itu masih kuat, ibaratnya saya tidak punya beras, jadi ada warga yang menawarkan untuk berasnya saya konsumsi, begitupun sebaliknya. Jadi seperti sandang pangan masyarakat di sini terjamin dan aman saja,” imbuhnya.
Sementara itu, Karmun, Kepala SDN Pojokklitih II saat dikonfirmasi juga mengatakan bahwa memang sudah sejak dulu kondisi jalan menuju Dusun Rapah Ombo tempat lokasi SDN tempatnya mengajar itu berdiri tidak merata.
“Memang kondisi jalannya di sana sudah sejak dulu seperti itu. Bahkan jarak tempuh dari rumah saya di Kecamatan Plandaan ke lokasi kalau cuaca kemarau bisa cepat, sekitar satu jam,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, jika musim kemarau jarak tempuh menuju sekolah memang cenderung bisa lebih cepat karena medan jalan yang kering. Namun, berbeda jika sudah masuk musim penghujan.
Ia menuturkan, jika sudah masuk musim penghujan, kondisi jalan akan cenderung basah dan berlumpur. Itu karena kondisi jalan yang didominasi pasir dan bebatuan.
“Kalau musim penghujan, itu malah lebih lama, sampai di sekolah lebih lama, bisa berjam-jam. Itu karena faktor jalan yang dilewati jika musim hujan lebih ekstrim dan tajam, belum lagi jatuh bangunnya itu. Jadi kalau dari rumah baju itu rapih, sampai di sekolah sudah terlihat kotor,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa hal seperti itu sudah biasa ia lakukan. Bukan hanya dia, guru yang mengajar di sekolah pun juga telah terbiasanya melewati situasi seperti itu.
“Jadi memang sudah terbiasa dengan situasi seperti itu. Bahkan kalau pakai sepeda motor biasa itu sangat sulit, jadi minimal ban motornya harus pakai ban motor trail supaya kalau di jalan itu di tergelincir karena ban motor trail memang untuk medan yang curam,” jelasnya.
Bahkan, Karmun menjelaskan, jika ada rapat guru dan tepat waktunya musim hujan. Beberapa guru yang rumahnya bukan di Dusun Rapah Ombo harus menyewa ojek untuk bisa sampai ke lokasi.
“Pernah juga ada rapat guru, pas musim hujan jadi beberapa guru itu menyewa ojek untuk sampai ke sekolah. Untuk biaya ojek itu sekitar Rp 200 ribu pulang pergi. Sampai sekolah pun pakaiannya sudah kotor semua, karena ya memang akses jalannya susah, harus jatuh bangun juga,” pungkasnya.