JOMBANG, KabarJombang.com – Menjelang akhir bulan Syawal, masyarakat lintas agama dan suku di Jombang kompak bersatu di ‘Syawalan Kebangsaan’.
Elemen masyarakat lintas agama dan suku tersebut, berkumpul di Asrama Queen Al Azhar Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, untuk menggelar Silaturrahim bersama pada Minggu (28/4/2024).
Agenda yang diinisiasi oleh Zahrul Azhar atau akrab disapa Gus Hans ini merupakan diskusi yang dibungkus dengan tema besar ‘Syawalan Kebangsaan’. Dihadiri puluhan orang, diskusi berjalan hangat dari awal sampai akhir.
Banyak hal yang didiskusikan pada agenda yang dimulai pukul 12.30 WIB itu. Garis besar dari diskusi tersebut yakni, seluruh elemen masyarakat lintas agama maupun suku yang berada di Jombang bersepakat bahwa Kabupaten Jombang ramah untuk semua.
Agenda yang selain dihadiri oleh masyarakat lintas agama dan suku ini, juga dihadiri oleh beberapa komunitas yang ada di Jombang, mahasiswa dan organisasi masyarakat. Berkumpulnya para elemen ini juga masih dalam rangka Idul Fitri.
Gus Hans sapaan akrabnya itu mengatakan, bahwa agenda ini tidak dalam rangka apapun. Melainkan hanya ingin bertatap muka dengan para masyarakat lintas agama dan suku yang ada di Jombang di akhir bulan Syawal.
“Jombang ini sudah terkenal dengan Kota Santri dan juga besarnya toleransi, tenggang rasa dan saling menghormati antar satu orang dengan orang lainnya, antar agama bahkan antar suku. Kebersamaan inilah yang kami cari, saling bertukar pikiran dan membangun bersama,” ucapnya.
Pendekatan ini menurutnya harus terus dilakukan tentunya dengan elaborasi bersama beberapa elemen masyarakat bahkan organisasi.
“Pendekatan seperti ini sudah sering dicontoh oleh KH Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur. Mengapa? Karena ini pendekatan yang semua orang bisa melakukan tapi sulit untuk konsisten. Disinilah momentum kita untuk konsisten menjaga forum-forum kecil seperti ini,” katanya.
Lebih lanjut, dalam forum tersebut, semua yang hadir dapat menyampaikan argumentasinya soal pemaknaan toleransi yang menurutnya dan memberikan pandangan.
“Forum ini terbuka untuk siapapun, semua berhak menyampaikan keluh kesahnya, menyampaikan pandangannya soal makna toleransi, contoh bagaimana bertoleransi itu seperti apa. Tidak ada tekanan apapun, karena disini kami ingin ini dikembangkan menjadi satu keutuhan dan terus mengalir keberkahannya,” ungkapnya.
Baginya, dengan memberikan ruang dan mendengar pandangan dari semua orang yang hadir di forum itu merupakan contoh dari toleransi yang nyata. Nilai itulah yang menurut tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) ini harus terus dipupuk.
Selian itu, ada bagian penting juga dari diskusi yang digelar tadi. Bagaimana mengajarkan perilaku toleransi dan menghargai sesama kepada anak-anak.
“Generasi Z sekarang perlu untuk terus dibina dan diberikan sebuah contoh. Terlebih soal toleransi entah itu beragama ataupun suku. Dimulai dari orang terdekat dan bagaimana orang terdekat itu memberikan sebuah contoh yang kemudian anak itu bisa melihat dan mempraktikkannya,” pungkasnya.
Untuk diketahui di Kabupaten Jombang sendiri makna toleransi juga bukan hanya sekedar bulan semata. Di kabupaten yang punya julukan Kota Santri ini terdapat salah satu desa yang warganya hidup rukun meski memegang 3 kepercayaan berbeda.
Tepatnya di Dusun Ngepeh, berada di wilayah Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro. Berada di sebelah selatan Kabupaten Jombang dan jarak tempuh dari pusat kota menuju lokasi mencapai 20 kilometer. Di dusun tersebut, masyarakatnya ada yang beragama Islam, Hindu dan Kristen.
Selain itu, juga ada di Mojowarno. Perlu diketahui, Mojowarno merupakan pusat kekristenan Jawa pada masa kolonialisme Belanda. Bukti-bukti otentik yang memperkuat Mojowarno sebagai pusat kekristenan Jawa dapat dilihat di bangunan tua GKJW Mojowarno, Rumah Sakit Kristen Mojowarno, dan Tradisi Riyaya Undhuh-Undhuh Mojowarno.
Sekitar tahun 1930-an, Mojowarno sempat dinobatkan sebagai pusat kantor GKJW sebelum dipindah ke Malang. Juga ada kampung Kristen yang berdiri tepat di tengah-tengah kepungan pondok pesantren.
Kampung tersebut berada di Dusun Bongsorejo, sebuah dusun Kristen yang dikepung oleh 3 pondok pesantren sekaligus.