JOMBANG, KabarJombang.com – Pemuda di Jombang bicara soal memaknai Hari Sumpah Pemuda yang jatuh setiap tanggal 28 Oktober.
Beberapa narasumber yang ditemui kabarjombang.com, menyebut memaknai Hari Sumpah Pemuda bukan hanya sebatas membuat Flyer maupun pamflet dan sekedar ucapan selamat.
Kata Ketua PC PMII Jombang, Rizal Abdillah, Sumpah Pemuda bisa dimaknai sebagai perjuangan pemuda yang ingin memberikan pondasi kuat untuk keberagaman, kesatuan dan keutuhan.
“Kita tahu bersama jika Sumpah Pemuda jatuh setiap tanggal 28 Oktober. Tai akhir-akhir ini sangat jarang kita temui ada kegiatan yang benar-benar menjadi representasi dari pemuda itu sendiri. Bukan hanya kegiatan, sikap dan perilaku juga menurut saya juga tidak ada representatif pemuda yang diibaratkan kuat dan tangguh,” ucapnya, Sabtu (28/10/2023).
Bagi pria yang akrab disapa Rizal ini, dalam memperingati Sumpah Pemuda, memang sudah seharusnya memunculkan ide dan gagasan yang harus diperbarui dan tetap selaras dengan perkembangan zaman.
“Jadi kalau kita buka lagi sejarahnya, tokoh seperti M. Yamin, Amir Sjarifuddin, Sugondo Djojopuspito, WR Soepratman, Johanes Leimana, dan pemuda lainnya memberikan pondasi yang kuat untuk generasi-generasi muda Indonesia di masa depan. Mereka menanamkan semangat kesatuan, kebangsaan, serta keutuhan dalam Sumpah Pemuda,” ungkapnya.
Ia juga mengingat kembali, bahwa dalam Sumpah Pemuda juga ada momentum sakral yang diucapkan para pemuda lewat sebuah sumpah.
“Jadi ada sumpah yang diucapkan para pemuda pejuang kemerdekaan kala itu,
Pertama, lami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Dan ketiga, kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” jelasnya.
Dari sumpah itu saja baginya menunjukkan bahwa sejatinya, pemuda ada tonggak penerus masa depan bangsa. Menurut Rizal, pemuda bukan hanya bicara soal cinta dan hidup foya-foya, namun harus siap masuk ke ranah perjuangan dan pergerakan.
Ia kemudian mengerucutkan ke dalam hal yang sederhana dan kerap kali jadi konsumsi sehari-hari para pemuda, bermedia sosial dan nongkrong.
“Coba kita lihat kembali beberapa aktivitas para pemuda saat ini yang bisa saya sebut cenderung individualis dan tidak memiliki pondasi yang kuat. Contoh, seiring meluasnya internet, informasi yang mudah didapatkan,” katanya.
Sekarang, semua orang dapat menikmati informasi dari berbagai sudut pandang. Namun, hadirnya informasi yang mudah dapat menghadirkan Hoax dan meneror masyarakat khususnya para pemuda.
“Jadi gampang sekali termakan berita yang tidak benar itu juga penyakit pemuda saat ini. Saat ini mungkin smartphone sudah canggih, tapi juga harus diimbangi dengan pola filter berpikir yang baik juga,” katanya.
“Generasi muda harus menjadi benteng pertahanan sekaligus tombak utama dalam memerangi hoax. Karenanya sikap kritis kepada diri sendiri dan lingkungan sekitar adalah hal yang mutlak. Kita harus berperan aktif mengajarkan orang tua dan adik-adik tentang hoax,” jelasnya.
“Setidaknya, tumbuhkan kesadaran tentang kebebasan informasi dan sikap kritis pada mereka. Berikan contoh bagaimana cara mengelola informasi yang didapatkan. Bila perlu, ajarkan cara memanfaatkannya sebagai peluang memperbaiki kualitas hidup,” pungkasnya.