WONOSALAM, KabarJombang.com – Warga Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Rabu, (21/10/2020) gelar ‘Adhek Saka Guru’. Acara mengawali berdirinya pendapa ini diiringi arak-arakan warga membawa tumpeng atau hasil bumi.
Menurut Ketua Adat, Giri Winarko (45), Adhek Saka Guru tersebut terdapat tiga sesi. Yakni sesi pertama ‘jamasan’ dengan tujuan barang yang akan didirikan (tiang pendapa) dalam keadaan bersih dan suci, baik dari barang tersebut dan diri pribadi.
Sesi kedua yakni arak-arakan, terlihat dua batang tebu mengawali arak-arakan, disusul dengan tiang pendapa yang dipikul warga laki-laki, kemudian diikuti arak-arakan tumpeng, serta segala jenis hasil panen yang dibawa kaum perempuan. Arak-arakan tersebut melambangkan budaya gotong royong dan kebersamaan warga Dusun Segunung.
“Kalau arak-arakan tersebut tujuannya kan bersatu baik anak anak hingga orang tua, baik miskin maupun kaya yang penting bersatu mendirikan pendapa ‘bale ageng’,” ungkap Giri Winarko.
Sesi ketiga yakni berdoa bersama di tempat yang akan dibangun pendapa. Tujuannya apa yang diinginkan dan dicita-ctakan dalam membangun pendapa dapat bermanfaat. Serta berdoa supaya pekerja terbebas dari mara bahaya atau balak.
Setelah melakukan doa bersama, yakni dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng dan makan bersama. Tumpeng yang disajikan beraneka macam, ada tumpeng nasi dan juga tumpeng hasil kebun yang sudah di olah. Terlihat tumpeng klanting, onde-onde, getas, klepon dan hasil olahan pala pendem lainnya.
Pantuan KabarJombang.com di lokasi terlihat warga dusun yang mengikuti arak-arakan mengenakan pakaian adat Jawa. Kaum pria menggunakan pakaian serba hitam dengan blangkon. Sedangkan kaum perempuan mengenakan kebaya. Hal tersebut dilakukan baik masyarakat muda maupun dewasa.
Giri Winarko berharap, warga kampung adat memiliki prinsip trihitakarana dengan tiga kebajikan . Yakni berbuat baik dengan sang maha pencipta, berbuat baik kepada sesama manusia, dan berbuat baik kepada alam.
“Itu prinsip yang harus kita pegang, harapan kita dengan ngeluri budaya Jawa kita, untuk anak cucu kita nanti. Supaya dapat turun temurun,”tuturnya.
Sedikitnya ia juga berharap dengan adanya kampung adat dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Dengan menjual keseharian masyarakat dalam tindak tanduk bekerja baik dikebun maupun di kandang.
“Intinya mengemas keseharian, dikemas sedemikian rupa sebagai penunjang wisata. Sehingga kita tidak mengandalkan penuh wisatanya namun mengkonsepnya sedemikian rupa,”pungkasnya.