JOMBANG, KabarJombang.com – Musim penghujan kali ini, memang sudah ditunggu oleh banyak warga masyarakat. Namun, hal itu tidak bagi beberapa warga di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, Jombang. Musim hujan, justru menjadi momok tersendiri bagi mereka.
Bagaimana tidak, rumah beberapa warga tersebut, berada di bantaran Kali Gunting. Jika saat hujan tiba, tanah penahan rumah mereka (tanggul) yang tepat berada di bibir sungai, bisa sewaktu-waktu tergerus dan longsor.
Salah satu yang cukup parah adalah rumah milik Muhammad Arifin (49). Rumahnya sudah sangat mepet dengan Kali Gunting. Bahkan, saat membuka jendela atau pintu samping rumah, hampir tidak ada tanah yang tersisa di selatan rumahnya itu.
Arifin dan keluarganya menempati rumahnya yang berada persis di utara Kali Gunting itu, sejak 10 tahun terakhir. Namun, saat itu, kondisi rumahnya masih ada sisa tanah 4 meter dari bantaran sungai. Ada 5 rumah warga yang kondisinya sudah cukup parah karena tanahnya habis tergerus arus sungai.
“Hampir sekitar 4 tahun ini (tanahnya tergerus sungai), yang paling parah 2 tahun ini. Dulu ada 4 meter pas saya tempati, bahkan kata bapak saya dulu itu ada 9 meter sisa tanahnya. Makanya saya berani membangun di situ, karena masih luas,” ungkap Arifin didampingi warga yang lain.
Rumah Mulai Retak dan Menggantung
Saat hujan deras datang, mereka pun tidak bisa tidur nyenyak. Mereka selalu khawatir dan was-was, karena bisa saja sewaktu-waktu, rumah mereka longsor akibat tanggul sungai tergerus derasnya air. Bahkan, kondisi rumahnya saat ini sudah mulai retak-retak, dan beberapa bagian sudah mulai menggantung ke sungai.
“Ya (rasanya) seperti di ujung duri mas. Buka pintu dapur itu sudah langsung sungai. Tembok-tembok itu sudah retak 10 centimeter. Bahkan, istri saya ini ngancam saya, kalau banjir saya ditinggal ke mertua. Terus bagaimana saya?,” imbuh Arifin sambil bertanya.
Ia pun sudah sering kali melaporkan hal itu baik ke pemerintah desa, maupun ke pemerintah Kabupaten Jombang. Namun, hingga saat ini, belum ada penanganan serius, terutama dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS) yang mengelola sungai tersebut.
“Ya karung (untuk penahan tanggul) itu inisiatif saya sendiri. Dari pihak desa itu pernah membantu 400 ribu untuk membuat karung itu. Bahkan yang selatan saya itu, pernah habis 20 rit (truk) untuk membuat karung itu. Sebelum karung, sudah pernah saya tembok, saya apa gitu hanyut semua,” jelasnya.
Tentu saja, ia dan keluarganya sebenarnya ingin pindah rumah. Namun, tidak adanya biaya, menjadi kendala tersendiri bagi dirinya dan warga yang lain.
Hal serupa juga dialami Kodrat Sugianto (54). Rumahnya yang juga berada di bibir Kali Gunting, membuatnya harus ekstra waspada. Ia juga telah mengeluarkan biaya untuk membuat karung berisi pasir, untuk mencegah tanggul di samping rumahnya semakin tergerus.
“Wah ya habis banyak (untuk membuat karung). Kalau saya hitung itu sudah habis sekitar 25 rit. Setiap tahun saya benahi, saya biayai sendiri,” tambah Kodrat.
Meski masih ada tanah 2 meter dari rumahnya ke bibir sungai, namun dirinya juga selalu was-was jika hujan lebat datang. Arus Kali Gunting yang cukup deras, tentu bisa dengan cepat menggerus tanggul sungai.
“Dulu sisa tanah itu masih luas, ada sekitar 8-9 meter (ke bibir sungai). Rumah saya sudah mulai retak, yang dekat dengan bantaran sungai itu retaknya mulai atas sampai bawah,” Kodrat menjelaskan.
Kodrat pun juga ketakutan jika terjadi banjir. Kekhawatiran itu tentu sangat beralasan, mulai dari tanggul yang jebol, hingga yang terburuk, rumahnya sewaktu-waktu bisa roboh.
“Karena apa, air sungainya itu terlalu banter pak. Apalagi nanti kalau ada bambu nyangkut di jembatan, otomatis larinya air itu ke rumah saya,” pungkasnya.
Warga berharap, kondisi tersebut segera mendapatkan penanganan serius. Terutama untuk pembuatan tanggul permanen yang kuat, agar mereka tidak terus menerus dihantui kekhawatiran saat hujan lebat tiba. Karena, bisa saja sewaktu-waktu, rumah mereka roboh akibat tanggul sungai longsor.