JOMBANG, KabarJombang.com – Meski masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) tahun 2018 – 2023, pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) industri tahu terhenti di tahun 2019. Ini diakibatkan, IPAL komunal di industri tahu Desa Sumbermulyo pada 2018, tidak dijalankan pihak pengusaha.
Meski begitu, Kabid Pengendalian Pengawasan dan Penegakkan Hukum Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jombang, Yuli Inayati mengatakan, akan melanjutkan pembangunan IPAL, dengan syarat jika ada komitmen bersama untuk menjalankan IPAL sebagaimana mestinya.
Selain tidak difungsikan oleh pengusaha tahu, kata dia, penghentian pembangunan IPAL tersebut juga agar tidak terjadi pemborosan anggaran.
“Waktu itu memang kita mulai membangun dua item IPAL komunal. Harapannya, menjadi pioner bagi pembangunan IPAL lain. Tapi tidak dijalankan dengan berbagai alasan. Setelah itu, kami lakukan monitoring dan evaluasi, dan akhirnya kita tidak melanjutkan dulu pembangunan IPAL tersebut,” tuturnya pada KabarJombang.com, Jumat (27/11/2020).
Ia menyebut, pembangunan dua IPAL komunal dianggarkan Rp 1,5 Miliar. Dua IPAL itu akan dipergunakan untuk enam pemilik usaha tahu, itu pun tergantung kapasitas air yang digunakan.
“Rencananya memang setiap tahun akan dibangunkan IPAL Komunal. Kita memiliki skala proritas. Untuk satu IPAL komunal akan digunakan tiga pemilik pabrik. Jadi kalau dua IPAL untuk enam pemilik pabrik tahu,” jelasnya.
Sebelum pembangunan dilakukan, pihaknya mengaku sudah melakukan pendataan dan perhitungan. Mana yang menjadi skala prioritas atau belum. Dan diketahui, terdapat 75 pengusaha tahu yang berada di tiga desa di kecamatan Jogoroto. Hanya saja, kata dia, praktiknya tidak sejalan.
“Tentu kami sudah melakukan skala prioritas. Kita juga sudah melakukan pendataan mengenai kebutuhan dan rencana air yang digunakan untuk produksi. Makanya kita sudah merancang strategi tersebut. Memang pembuatan IPAL dijalankan bertahap. Harapannya pabrik skala besar terakomodir dulu, kemudian yang kecil. Tapi praktiknya IPAL tidak dijalankan,” terangnya.
Pihaknya juga berkomitmen akan mengusahakan anggaran jika memang perlu penambahan IPAL. Namun, Yuli Inayati hanya berkeingan, pengusaha tahu benar-benar menjalankan IPAL tersebut.
“Bisa saja perlu ditambah IPAL ya bisa saja kita ajukan. Tapi kita mau itu benar-benar dijalankan. Itu tanggung jawab saya, dan saya tidak mau hanya pemborosan uang Negara,” ungkapnya.
Disinggung anggaran tidak terserap gara-gara pembangunan tidak dilanjutkan, Yuli mengatakan anggaran tersebut kemudian dialihkan pada hal lain yang juga membutuhkan. Namun, lagi-lagi Yuli menandaskan siap melanjutkan pembangunan IPAL jika pengusaha tahu berkomitmen untuk memfungsikan.
“Ibaratnya kita punya anak lebih dari satu, masing-masing anak sudah dipersiapkan anggaran. Ternyata ada anak lain yang membutuhkan anggaran, tentunya kita ambilkan dari anggaran yang tidak terserap,” tandasnya.
Yuli juga mengaku sedang mencari solusi, apakah akan kembali menggunakan teknologi biogas yang nyata-nyata tidak dijalankan, meskipun anggarannya lebih murah. Atau menggunakan teknolohgi lain yang lebih sederhana dan murah.
“Saat ini masih kita kaji penggunaan teknologi lain. Harapannya hanya agar para pengusaha tahu menjalankannya,” imbuhnya.
Ia mengaku bersyukur adanya pemberitaan yang mengungkap fakta limbah industry tahu. Dikatakannya, hal ini agar semua pihak tergerak dan muncul kesadaran mencari solusi terbaik. “Saya anggap, ini sebagai awal kebangkitan dalam permasalahan limbah pabrik tahu,” tutupnya.