KABARJOMBANG.COM – Adanya keluhan masyarakat bahwa karyawati di dua pasar modern di Kabupaten Jombang dilarang memakai jilbab dan dipaksa memakai rok diatas lutut, memantik reaksi Anggota DPRD Jombang melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
Rombongan Komisi A dan Komisi D, Kamis (22/12/2016), langsung menuju dua pasar modern. Diawali dengan menyasar pasar modern Borobudur yang berlokasi di Jalan Gus Dur. Saat dilokasi, beberapa anggota langsung mewawancarai beberapa pekerja.
“Memang nggak pakai jilbab semua, soalnya nggak boleh. Kalau boleh saya Alhamdulillah,” ujar salah satu karyawati berseragam putih hitam itu kepada anggota dewan.
Pantauan di lokasi, hampir semua karyawati tidak memakai jilbab dan mengenakan rok hitam diatas lutut. Namun, ada beberapa karyawati yang mengenakan jilbab. “Kalau mbak-mbak yang jaga kacamata itu disini kan nyewa, jadi berkerudung tidak apa-apa,” imbuhnya.
Dalam sidak tersebut, Anggota Dewan dibuat kesal, sebab tidak ada perwakilan perusahaan yang mau menemui. Beberapa penjaga juga tampak sibuk saat ditanya kalangan dewan. Sesaat kemudian, akhirnya pihak perusahaan berkenan menemui dan membantah jika karyawannya dilarang pakai jilbab.
“Kemarin kita sudah dipanggil Polres, dan juga sudah kita jelaskan. Jadi memang tidak seperti itu, dan semua karyawan yang bekerja di perusahaan kami sudah tanda tangan kontrak,” ujar salah satu perwakilan managemen.
Dewan kembali dibuat kesal karena tidak diperkenankan mendapat salinan surat perjanjian antara karyawan dengan perusahaan itu. Meski dewan tetap bersikeras ingin mengetahui surat kontrak tersebut.
“Kita melakukan sidak ini menindaklanjuti keluhan masyarakat. Informasinya di Borobudur dan Keraton karyawanya tidak boleh pakai Jilbab. Hasilnya, dari pengakuan karyawan yang kita tanya di Borobudur, memang benar,” kata Kartiyono, Anggota DPRD Jombang.
Dengan tangan hampa, mereka akhirnya meninggalkan lokasi pasar modern Borobudur dan melanjutkan sidak di Keraton Jalan A Yani. Lagi-lagi, pernyataan karyawati cukup mengejutkan.
“Memang kami dilarang pakai jilbab, karena perjanjian awal begitu,” kata salah satu karyawati saat ditanya dewan.
Ia mengatakan, tidak ada kontrak kerja terkait aturan larangan berjilbab. “Kalau kontrak seingat saya tidak ada pak. Tapi dulu sebelum bekerja dikumpulkan semua dan dihimbau untuk tidak memakai jilbab, itu saja,” akunya.
Dari Keraton, Anggota Dewan juga harus pulang dengan tangan kosong. Karena saat itu pihak perusahaan tidak ada di lokasi. Karenanya, Anggota Dewan akan memanggil pihak managemen perusahaan yang bersangkutan, sebab dirasa ada penyimpangan hak asasi manusia.
“Besok, langsung kita panggil ke DPRD. Apakah benar terkait dugaan tersebut. Jika memang benar, tentu kami akan memberikan rekomendasi kepada Bupati untuk menyikapi hal ini,” kata Cakup Ismono, Ketua Komisi A.
Ketua Komisi D Mulyani Puspita Dewi mengatakan, kondisi tersebut juga ada unsur melanggar Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Keternagakerjaan yang mengatur kebebasan pekerja di suatu perusahaan. “Jika memang perusahaan melarang karyawatinya untuk memakai jilbab, atau dipaksa memakai rok diatas lutut, tentunya ini harus kita cermati karena hal itu menyimpang dari UU 13 tahun 2003 pasal 53 poin a sampai c terkait kebebesan perkerja dalam menjalankan kewajibannya,” katanya.
Menurutnya, ada atau tidaknya surat perjanjian antara perusahaan dan karyawan. Jika dilihat dari hasil sidak yang mayoritas karyawati tidak memaki jilbab serta memakai rok diatas lutut, tentunya hal itu harus disikapi Pemkab Jombang.
Ketua fraksi PKB Masud Zuremi menegaskan, pengakuan beberapa karyawan sudah menjadi bukti yang jelas, bahwa aturan tersebut melanggar. “Kalau dipaksa seperti itu, tentu mencoreng julukan Jombang sebagai Kota Santri, dan ini harus menjadi atensi pemerintah daerah untuk segera bersikap,” tandasnya. (aan)