JOMBANG, (kabarjombang.com) – Ratusan buruh dari 11 perusahaan di Kota Santri ini menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pemkab Jombang di Jl KH Wahid Hasyim, Kamis (22/10/2015). Massa menuntut agar Bupati Jombang ikut menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang dinilai merugikan kaum buruh.
Dalam aksinya, mereka berorasi dengan pengeras suara dengan penjagaan ketat dari puluhan anggota polisi. “Kami menolak penetapan RPP tentang pengupahan yang diusulkan pemerintah yang isinya bertentangan dengan hak kaum buruh,” kata Heru Sandi, Korlap aksi.
Menurutnya, penolakan buruh Jombang terhadap RPP Pengupahan itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, jika upah buruh dihitung menggunakan formula dalam RPP tersebut, maka nilai UMK 2016 di Kota Santri ini bakal terlalu kecil.
“UMK yang berjalan dihitung sebagai KHL ditambahkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kalau menggunakan rumusan itu, UMK Jombang berkisar antara Rp 1,9 hingga 2 juta. Angka tersebut kurang layak,” ujarnya.
Heru menuturkan, UMK yang dinilai layak bagi kaum buruh di Jombang sebesar Rp 2,7 juta. Angka tersebut naik dari UMK 2015 yang ditetapkan Gubenur Jatim sebesar Rp 1,725 juta.
“Itu sudah ditambahkan inflasi secara nasional 7,18 persen dan pertumbuhan ekonomi 6,44 persen. Makanya Rp 2,7 juta sudah cukup layak, karena hari ini wilayah-wilayah industri sudah terbangun,” sambungnya.
Dia juga menyesalkan sikap Dewan Pengupahan Kabupaten Jombang yang sampai hari ini belum menetapkan nilai KHL. Jika mengacu pada ketentuan pengupahan yang masih berlaku, KHL menjadi salah satu komponen untuk menetapkan UMK 2016.
Dia menilai, Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko seolah tutup mata terhadap kondisi itu. “Kami curiga ada skema politik, Bupati Nyono Suharli sengaja menunggu penetapan RPP Pengupahan sehingga akan terjadi deadlock dan upah kembali sama sepeti tahun ini. Hal ini merugikan kaum buruh,” tandasnya.
Kaum buruh di Kabupaten Jombang menuntut agar bupati berani mengambil sikap terkait rencana penetapan RPP Pengupahan tersebut. “Bupati harus mengambil sikap, kalau dia mendukung presiden, maka mereka sebagai rezim yang merugikan buruh,” pungkasnya.
Selang beberapa lama berorasi, perwakilan massa akhirnya diizinkan masuk ke kantor Pemkab Jombang untuk menyampaikan aspirasi mereka. Sementara ratusan buruh lainnya terus berorasi di luar kantor. (*/karjo)