JOMBANG, KabarJombang.com – Di bulan Ramadan, ratusan santri di Jombang dibekali pemahaman soal perundungan dan kekerasan.
Ratusan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Falahul Muhibbin, Dusun Gendong, Desa Watugaluh, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, mengisi waktu bulan Ramadan dengan diskusi bersama Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) Kabupaten Jombang, Rabu (27/3/2024).
Ratusan santri dan santriwati ini tampak begitu khusyuk mendengarkan setiap materi yang dijelaskan oleh narasumber.
Chusnul Khotimah, selaku Ketua Komnas PA Jombang mengatakan kegiatan diskusi hari ini merupakan bagian dari program penyuluhan yang diusung pihaknya.
“Khusus untuk Komnas PA Kabupaten Jombang itu ada dua program yakni pendampingan kasus dan juga penyuluhan,” katanya kepada wartawan di lokasi.
Kegiatan yang diusung yakni Ngobras (Ngobrol Santai Bareng Komnas PA Jombang), judul besar yang diangkat yaitu ‘Menumbuhkan Potensi Diri Anak dalam Satuan Pendidikan’.
“Target kami di penyuluhan kali ini adalah para santri, tadi yang hadir sekitar 300 santri Pondok Pesantren Falahul Muhibbin di Dusun Gendong, Desa Watugaluh, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang,” ucapnya.
Lebih lanjut, saat penyuluhan diberikan kepada para santri, metode yang diberikan adalah diskusi interaktif, santri diajak untuk diskusi perihal pengembangan diri.
“Kami fokus untuk menggali potensi dari setiap diri para santri. Agar para santri ini bisa tumbuh sesuai dengan versi terbaiknya,” ujarnya.
Harapannya, dengan penyuluhan ini satri diharapkan memiliki prinsip dan membentengi diri, serta punya value sehingga terhindar dari tindakan penyelewengan hak anak entah pelaku maupun korban.
“Penyelewengan hak anak itu seperti kekerasan, perundungan, pelecehan seksual dan sebagainya. Selain dengan para santri, penyuluhan ini juga kami berikan kepada para tenaga pendidik,” katanya menambahkan.
Untuk tenaga pendidik, pihaknya juga berdiskusi perihal filter awal bagaimana mengidentifikasi adanya penyelewengan hak anak, bagaimana mengatasinya dan langkah yang harus diambil pertama kali seperti apa.
Masih kata Cus, sapaan akrabnya, point penting yang disampaikan kepada para santri dan tenaga pendidik tadi yakni bagaimana anak maupun peserta didik ini mendapatkan hak-haknya.
“Jadi untuk pointnya kita menyampaikan hal anak, terus isu dan kasus di kalangan anak, mulai dari perundungan, kekerasan fisik psikis, dampak dari adanya kekerasan, dan mengapa anak itu bisa menjadi korban atau pelaku kekerasan maupun perundungan,” ungkapnya.
Bagaimana menempa anak menjadi versi terbaik, sehingga anak tidak menjadi korban atau pelaku. Ada self management, self control, self awarnes pada diri anak.
Untuk kedepannya kami akan terus bergerak melakukan penyuluhan, tidak hanya di pondok pesantren, namun juga bisa berkolaborasi dengan stakeholder, lembaga pendidikan maupun pemerintahan.
Penyuluhan ini dilakukan juga tanpa sebab, seperti data yang dikutip dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak yang diterima sepanjang 2023.
Adapun kasus yang paling mendominasi adalah kekerasan seksual dengan jumlah 1.915 aduan sepanjang tahun tersebut. Diikuti oleh kekerasan fisik sebanyak 985 kasus dan kekerasan psikis dengan 674 kasus.
Berdasarkan tempat kejadiannya, kasus kekerasan terhadap anak paling banyak terjadi di lingkungan keluarga, yaitu sebanyak 35 persen. Diikuti oleh kejadian di lingkungan sekolah sebanyak 30%, lingkungan sosial 23 persen dan tidak disebutkan 12 persen.
Sementara itu, data lain yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) mengungkapkan, selama tahun 2023, pihaknya menerima aduan sebanyak 3.883 kasus pelanggaran hak anak yang terdiri dari 2.662 pengaduan yang bersumber dari pengaduan langsung.
Lalu, sebanyak 1.240 kasus pengaduan tidak langsung yakni melalui surat, email dan media. Data tersebut dibagi kepada dua bentuk pelanggaran terhadap Pemenuhan Hak Anak (PHA) sebanyak 2.036 kasus dan Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 1.866 kasus yang tersebar dalam 15 bentuk-bentuk perlindungan khusus anak.