KABARJOMBANG.COM – Adanya pembangunan jembatan yang berada di Dusun/Desa/Kecamatan Mojowarno, Jombang Jawa Timur, menjadi polemik tersendiri di masyarakat setempat. Warga menghentikan proyek, karena menganggap, pihak desa tak transaparan dalam pelaksanaan pembangunan proyek.
Selain dihentikan warga, proyek jembatan antar dusun yang menelan anggaran DD (Dana Desa) sebesar Rp 105 Juta tersebut, juga dianggap tak selaras dengan Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri yang ditandatangani dan ditetapkan 18 Desember 2017 oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional BPPN, Bambang Brojonegoro, soal pelaksanaan proyek yang menargetkan penggunaan Dana Desa harus padat karya.
Seperti yang dituangkan dalam SKB 4 Menteri pada poin 7 yang menyebutkan, bahwa fasilitas kegiatan pembangunan yang didanai dari Dana Desa, dengan mekanisme swakelola dan diupayakan tidak dikerjakan saat musim panen.
Adanya aturan tersebut, dipastikan jika penggunaan Dana Desa dalam pembangunan infrastruktur, tidak boleh dikerjakan oleh kontraktor. Seperti yang disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo. Dirinya menegaskan, mulai 2018, kontraktor tidak boleh mengerjakan proyek dana desa (DD). Dana desa hanya boleh dikerjakan masyarakat desa secara swakelola.
“Tahun depan, kami tidak mau ada proyek dana desa yang dikerjakan dengan kontraktor lagi. Dana desa harus dikerjakan secara swakelola dan 30 persen dana desa harus dipakai untuk upah,” seperti dikutip detikcom.
Larangan terhadap kontraktor dalam sistem pengerjaan proyek Dana Desa, dan dianjurkan dikerjakan secara swakelola bisa mengangkat ekonomi masyarakat. Termasuk income warga desa juga meningkat. Peningkatan ekonomi warga desa, kata Eko, bisa terealisasi bila penggunaannya bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Tahun-tahun sebelumnya masih ada kendala di aturan. Kalau dulu kan (proyek dana desa) lebih dari Rp 200 juta harus pakai kontraktor. Sekarang, dana berapapun harus dikelola dengan swakelola (oleh masyarakat),” jelasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, puluhan warga menghentikan pembangunan proyek jembatan di Dusun/Desa/Kecamatan Mojowarno Jombang, Jawa Timur, lantaran geram dengan adanya kejanggalan proyek jembatan yang diduga bersumber dari Dana Desa.
Penghentian pembangunan proyek jembatan berukuran panjang 7 meter dan lebar 4 meter lebih ini, terpaksa dilakukan warga, karena minimnya transparansi yang diberikan pihak pemerintah desa (Pemdes) sebagai pemilik proyek dalam proses pembangunan.
Warga memprotes, tidak adanya papan proyek pembangunan yang terpasang di sekitar lokasi pengerjaan.Bahkan warga menduga, dalam proses pengerjaan tidak adanya kesamaan dalam Rancangan Anggaran Pembangunan dalam Musrenbangdes dengan pelaksanaan pengerjaan.
“Warga menghentikan karena merasa tidak ada transparan dalam pembangunan jembatan. Termasuk soal sumber anggaran dan berapa anggaran yang digunakan. Kan seharusnya semua itu ada,” Budi Raharjo (57), Ketua Rukun Warga (RW) setempat, Senin (3/9/2018).
Diduga, minimnya sosialisasi pembangunan jembatan yang menggunakan Dana Desa sebesar Rp 105 juta tersebut, juga tidak disepakati warga. Pasalnya, bukannya menggunakan sistem pengerjaan swadaya, pihak Pemdes justru menggunakan sistem kontraktor atau pihak ketiga dalam proses pengerjaan jembatan.
“Nah warga juga kecewa dengan adanya pengerjaan yang justru dilakukan oleh kontraktor. Kenapa tidak warga yang menganggur yang mengerjakan proyek tersebut,” katanya.
Akibat penghentian pekerjaan yang dilakukan warga, warga justru mengaku tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Akhirnya, warga terpaksa membuat jembatan darurat yang terbuat dari besi bekas tong bekas dengan material seadanya.
“Pengerjaan proyek, sudah dilakukan sejak 2 bulan lalu, yakni awal Agustus 2018. Nah dihentikan warga baru 5 hari lalu. Karena warga kesusahan untuk mendapatkan akses jalan sehingga membuat jembatan darurat ini. Karena jika tidak lewat jembatan ini warga harus melewati jalan lain dengan lokasi yang jauh yakni, 8 kilometer,” jelas Budi.
Dikonfirmasi hal ini, Kepala Desa Mojowarno, Catur Budi Setyo mengatakan, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan warga soal adanya kisruh pembangunan jembatan tersebut.
“Insya Allah, teman-teman kita ajak kumpul. Rundingan, bagaimana yang terbaik terkait pembangunan jembatan tersebut. Walaupun sebelumnya sudah kita lakukan pertemuan dengan warga dan menghasilkan beberapa harapan warga yang akan kita akomodir,” katanya. (ari/kj)