JOMBANG, KabarJombang.com – Pengadaan 36 ribu pieces masker kain yang diduga menjadi ajang bancakan rekanan dan dinas terkait, memantik reaksi Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Aan Anshori. Dia menilai, penegak hukum mandul terkait dugaan perkara tersebut.
Dia menuturkan, ada kesan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang ‘mendamaikan’ antara pihak rekanan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jombang, dengan membiarkan alias tidak mengusut tuntas adanya dugaan tersebut.
“Jika Bupati menganggap itu urusan personal, baiklah. Namun aku meyakini, ia tahu betul praktik tersebut melibatkan ASN dan pejabat PPK (pejabat pembuat komitmen) yang merupakan anak buahnya,” katanya.
Lebih lagi, lanjut Aan, barang masker kain tersebut tersimpan di kantor DLH Jombang. Sementara, pos anggaran yang digunakan dari anggaran publik. Dengan begitu, tandasnya, ada upaya penyalahgunaan wewenang oleh pelaku yang notabene ASN (aparatur sipil negara).
“Jelas kok. Pelaku mengakui peristiwa itu. Aku yakin, penyedia masker juga melihat pelaku sebagai representasi negara karena jabatannya. Kalau aku jadi bupatinya, aku akan beri sanksi pelaku, setidaknya karena ia berlaku tidak etis.” ungkapnya pada KabarJombang.com, Sabtu (9/5/2020)
Secara politis, kata Aan, apa yang sesungguhnya sedang dilindungi Bupati, selain bau busuk yang terus meluap di dapurnya selama beberapa tahun ini. Dia menyebut, sejak menit pertama pasangan MuRah (Mundjidah – Sumrambah) terpilih, keduanya seperti memanggul beban masa lalu tak terselesaikan, dan agak gelap. Terkait transparansi dan akuntabilitas selama menjadi Wakil Bupati (Wabup).
“Ini analisa politik ya. Aku khawatir Bupati ketakutan jika memberi sanksi pelaku karena bisa jadi pelaku dan yang lainnya akan bernyanyi beberapa lagu sumbang yang menggambarkan bagaimana bau busuk itu dikelola dan sangat mungkin melibatkan orang-orang dekat,” ungkapnya.
Sementara secara hukum, lanjut dia, peristiwa tersebut bisa dikategorikan sebagai upaya korupsi premature. Beruntungnya, lebih dulu terendus media massa. “Apakah bisa diusut dengan menggunakan instrumen hukum korupsi? Para penyidik-lah yang dimiliki institusi hukum kita punya kemampuan mumpuni soal itu,” tandasnya.
Dengan kemampuan dan kewenangannya, lanjut Aan, mereka sebenarnya sangat mudah melakukan penyelidikan. “Persoalannya, apakah ada itikad untuk itu?. Bola ada di tangan Kejaksaan. Mampukah Kajari menjalankan mandatnya, sebagai pengacara negara, mewakili kepentingan masyarakat yang terusik oleh skandal ini,” terangnya.
Dikatakannya, Kejaksaan perlu diberi medali penghargaan atas jasanya yang luar biasa ini, yakni menyulap aroma korupsi menjadi persoalan personal alias pribadi. Dia berseloroh, Kajari Jombang layak dinominasikan naik pangkat menjadi Kajati dan mereplikasi model penyelesaian ini ke seluruh Jawa Timur.
“Tentu saja jika republik ini telah berganti menjadi Republik Dagelan. Penyelesaian kasus model seperti ini membahayakan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar. Kejaksaan yang harusnya membawa menjadi terang dan membuktikan adanya unsur korupsi, senyatanya malah ‘mendamaikannya’,” papar Aan Anshori.
“Aku menantang agar Bupati, Kejari, pemasok masker berani melakukan konferensi pers, menjelaskan duduk perkaranya secara terang benderang, dan mendeklarasikan tidak ada upaya percobaan korupsi dalam kasus tersebut. semoga mereka berani,” tegasnya memungkasi.