Elza Nikma Yunita, Kader PMII asal Jombang Dorong KOPRI Jadi Garda Terdepan Perlindungan Perempuan di Jatim

Foto : Elza Nikma Yunita, kader PMII asal Jombang yang menjadi kandidat Ketua KOPRI PKC Jawa Timur. (Istimewa)
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com — Sosok muda perempuan asal Jombang, Elza Nikma Yunita, mengusung visi kuat menjadikan organisasi perempuan kampus sebagai ujung tombak dalam upaya perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Sebagai kandidat Ketua KOPRI (Korp PMII Puteri) Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Jawa Timur, Elza menyuarakan pentingnya transformasi peran organisasi mahasiswa menjadi agen pendampingan nyata bagi korban kekerasan seksual dan ekonomi.

Dalam perbincangan di podcast Komentator yang ditayangkan melalui kanal YouTube Roominesia, pada Sabtu (6/7/2025), Elza berbicara terbuka mengenai pengalamannya sebagai penyintas pelecehan seksual dan bagaimana hal itu membentuk komitmennya untuk memperjuangkan ruang aman bagi perempuan.

Baca Juga

“Awalnya saya pikir saya sendiri. Tapi ketika mulai terbuka, saya sadar bahwa banyak perempuan lain mengalami hal serupa. Ini bukan soal individu, ini soal sistem,” ujar Elza.

Elza menggarisbawahi bahwa banyak kasus kekerasan seksual di Jombang terjadi di lingkungan privat dan relasi kuasa, termasuk rumah tangga dan lembaga pendidikan keagamaan. Ia menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang dimulai sejak dini, serta pengawasan terhadap media digital yang semakin mudah diakses anak-anak.

Namun menurutnya, langkah pencegahan saja tidak cukup. Korban juga perlu ruang pemulihan dan kemandirian. Dalam penelitiannya di kawasan Cukir, Elza menemukan bahwa keterlibatan korban dalam kegiatan usaha kecil seperti produksi kue bolen oleh ibu-ibu penyintas kekerasan dapat mendorong pemulihan psikologis dan ekonomi.

“Usaha bolen itu awalnya sederhana, tapi sekarang jadi simbol harapan di desa. Artinya, pemulihan korban bisa dimulai dari hal kecil, asal ada dukungan dan ruang yang tepat,” jelasnya.

Melalui KOPRI PKC Jatim, Elza menawarkan program konkret, seperti pembentukan pusat layanan pengaduan berbasis organisasi, pendampingan hukum dan psikologis, serta pelatihan kewirausahaan bagi perempuan terdampak kekerasan.

Ia juga menyoroti lemahnya regulasi daerah dalam melindungi perempuan. Salah satu kritiknya ditujukan pada lambannya revisi Peraturan Daerah (Perda) perlindungan perempuan di Jombang yang baru diperbarui setelah belasan tahun.

“Ini bukan soal birokrasi semata, tapi cerminan seberapa serius pemerintah daerah menempatkan perempuan dalam kebijakan,” tegasnya.

Sebagai aktivis muda, Elza mendorong mahasiswa, khususnya kader PMII dan KOPRI, untuk tidak hanya aktif di ruang diskusi, tetapi juga turun langsung ke masyarakat.

“Kepercayaan publik terhadap mahasiswa harus dibayar dengan aksi nyata. Kita tidak bisa hanya bicara konsep, tapi harus terjun sebagai pelaku perubahan sosial,” imbuhnya.

Elza berharap KOPRI ke depan bukan sekadar simbol organisasi perempuan, melainkan menjadi ruang inklusif dan progresif bagi perempuan muda untuk saling menguatkan, bertumbuh, dan menciptakan sistem perlindungan yang berkelanjutan.

Berita Terkait