Penyintas PKI di Jombang: Menanggung ‘Dosa’ Turunan, Andai Bisa Memilih Lahir Tanpa Stampel Komunis

Penyintas PKI di Jombang: Menanggung 'Dosa' Turunan, Andai Bisa Memilih Lahir Tanpa Stampel Komunis
KTP eks tahanan politik (tapol) G30SPKI dengan kode ET di pojok atas.KabarJombang.com/Istimewa
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Peristiwa G30 S/PKI menyisakan nasib buruk bagi keluarga penyintas PKI (Partai Komunis Indonesia) di Kabupaten Jombang. Hingga kini, mereka merasa menanggung dosa turunan.

Selain menerima cap keluarga penyintas PKI, bayang-bayang ketidakadilan dan diskriminasi kerap kali berdampingan dengan perjalanan hidupnya dari beberapa aspek. Dalam benak, mereka ingin melakukan pemberontakan namun tak mampu dilakukan.

“Kami tidak tahu apapun, jika benar, bukti dan kebenarannya seperti apa sama sekali kita tidak tahu, tapi saat ini kami menanggung dan imbasnya untuk kami. Pernah dalam benak saya, andai kita bisa memilih lahir di keluarga yang seperti apa atau bahkan bukan dari keluarga ini, bisakah?,” ungkap salah satu sumber keluarga penyintas PKI di Jombang pada KabarJombang.com.

Puluhan tahun dirinya tidak pernah mengetahui apapun soal catatan yang distampelkan kepadanya sebagai keluarga penyintas PKI, salah satu organisasi terlarang yang selama ini hanya ia ketahui dari bangku sekolah.

“Sama sekali saya tidak paham organisasi itu kecuali waktu sekolah, dan sebelum saya tahu jika keluarga ada catatan tentang PKI ya saya biasa-biasa saja. Karena sama sekali saya tidak tahu soal ini sampai usia saya saat ini,” katanya.

Terkait dengan perjalanan kehidupannya dengan cap keluarga penyintas PKI, menurut sumber yang pernah alami memunculkan ketidakadilan dan diskriminasi dalam kesehariannya, karena ada perbedaan perlakuan yang dirasa.

“Luka yang hingga saat ini masih membekas, karena sekali lagi saya tidak bisa memilih saya akan ada di dunia ini dengan siapa atau dikeluarga mana. Dengan catatan itu, saya tidak bebas melanjutkan masa depan saya serta di situ awal mula saya tahu posisi saya sekarang ini,” terangnya.

Tak bisa melakukan kegiatan sehari-hari seperti layaknya manusia tanpa embel-embel keluarga penyintas PKI. Seperti yang ditanggung saat dirinya dewasa dan angan-angannya untuk merajut masa depannya, sumber mengaku pasrah dengan keadaan.

Dengan posisinya saat ini, di tengah masyarakat yang tidak banyak tahu soal dirinya dan keluarganya, serta terhindar dari stigma yang buruk membuat dirinya dalam keadaan baik-baik saja dengan harapan semua orang tidak membedakan-bedakan perlakuan.

“Saat saya ditanya seberapa besar kecintaan saya kepada NKRI ini, saya sangat cinta tanah air ini, saya akan menjadi warga negara yang baik, tapi sepadan kah dengan apa yang saya tanggung saat ini disaat saya harus menghentikan mimpi karena dari keluarga eks PKI,” ujarnya.

Tiada hal lain kecuali harapannya kepada negara yang ia tempati ini yakni Indonesia. Tidak membedakan orang-orang sepertinya meskipun masa-masa terberatnya sudah dialami dengan penuh perjuangan untuk dirinya sendiri.

“Kembali lagi, tentang kebenaran dan tujuan saat itu seperti apa untuk apa kita tidak tahu pasti, tapi kami juga bagian Indonesia, apakah ini memang pantas untuk kami tanggung, adilkah untuk kami. Tidak hanya untuk saya tapi orang-orang yang ada diposisi ini, harapannya pasti jangan bedakan kami dalam segi apapun karena sampai kapan kami menanggung apa yang tidak kami lakukan,” tukasnya.

Kandasnya Masa Depan Terbentur Catatan Keluarga Penyintas PKI

Tercatat menjadi anak turunan keluarga penyintas PKI membawa luka mendalam bagi salah satu warga di Jombang ini. Tak hanya itu, cap eks komunis itu juga mematahkan mimpi dan masa depannya untuk kehidupan yang lebih baik untuknya.

“Jika dari awal saya tahu, saya ada dalam catatan itu saya tidak akan menyentuh hal-hal yang terlarang untuk catatan itu karena pasti sudah menyerah diawal dengan benturan aturan itu meski buat saya tidak adil,” katanya.

Dua hal yang membuat patah hati wanita ini adalah ketika dia akan melangkah membangun pernikahan dengan salah satu pria di sebuah lembaga negara, namun gagal karena catatan keluarga yang menerangkan dirinya ada dalam keturunan keluarga penyintas PKI.

“Saya gagal melanjutkan rencana menikah saya, ada satu syarat yang menerangkan bahwa bebas dari PKI. Darisana saya baru tahu jika saya masih ada dalam catatan penyintas PKI itu. Syok, kecewa dan merasa tidak percaya karena sebelumnya saya tidak tahu sama sekali tentang hal itu. Tapi kembali lagi saya bisa apa,” jelasnya.

Pada awalnya wanita ini melangkah untuk merencanakan pernikahan tersebut, karena dirinya tidak pernah merasa bermasalah dengan keluarga penyintas PKI, karena dirinya juga pernah mencoba mengikuti rekrutmen pekerjaan yang mensyaratkan bebas dari PKI.

“Kalau dari awal saya tahu, keluarga ada di catatan itu saya tidak akan pernah melangkah ke hal itu (pernikahan). Karena benar saya tidak tahu posisi saya saat itu, saya pun juga pernah mengikuti rekrutmen,” imbuhnya.

“Memang dalam rekrutmen saya juga gagal, tapi tidak ada penjelasan atau saya tahu saya gagalnya kenapa. Tidak ada pemberitahuan apapun bahkan jika keluarga saya ada dalam catatan PKI,”urainya.

Kembali menjadi pertanyaan dalam dirinya bahwa apa yang dialaminya apakah pantas diterima jika melihat haknya sebagai manusia dirasakan berbeda dengan lainnya.

“Tapi siapa saya, saya yang hanya bisa pasrah di negara saya tempati ini dengan perbedaan perlakuan untuk saya atau orang-orang lain di posisi seperti saya. Itu yang menjadi pertanyaan dari dalam diri, bagaimana tentang hak saya sebagai manusia di Indonesia dengan HAM dan Pancasila,” tanyanya.

Meskipun demikian, dirinya mengaku akan tetap menjadi warga negara yang baik dengan menjalankan hal-hal positif untuk kehidupan terbaiknya dengan posisinya saat ini.

“Menyemangati diri sendiri dengan keadaan yang harus saya terima dan pasrah dengan melakukan hal-hal positif dengan menjadi warga yang baik untuk negeri tercinta ini,karena saya bagian dari Indonesia,” tutup sumber dengan air mata yang ditahannya.

Iklan Bank Jombang 2024
  • Whatsapp

Berita Terkait