“Setahuku pengadaan mobil untuk produk Astra di Jawa Timur, di handle langsung salah satu jaringan penjualan resminya di Jalan A.Yani Surabaya. Kalau untuk pembagian fee biasanya main di poin. Untuk sejenis mobil SUV gradenya itu di tingkatan tiga dengan nilai poin sekitar delapan sampai sepuluh, tinggal kalikan saja berapa rupiah per poinnya. Kalau mau lebih gede lagi feenya, user tinggal pilih aja dealer personal. Selain poin, potongan diskon bisa diatur antara panitia pengadaan dan owner dealer langsung,” ungkap sales marketing jaringan Astra panjang lebar, senin (30/12/2019) kepada redaksi KabarJombang.com (kelompok faktual media) via telepon selular.
JOMBANG, KabarJombang.com – Pengakuan pria yang meminta namanya tidak disebutkan tersebut, menanggapi permintaan konfirmasi perihal pengadaan mobil pemerintah yang menggunakan system e-catalog. Lebih jauh dipaparkan, dalam dunia marketing, bagi hasil dan permainan diskon sudah hal yang wajar.
Diakuinya, para sales akan berlomba-lomba memainkan apa yang jadi hak mereka sebagai pekerja, untuk dibagi dengan panitia pengadaan.
“Walau e-catalog, masih bisa dimainkan dari sisi diskon dan poin yang seharusnya jatah dari marketing sendiri. Kadang kami nggak perlu dapat apa-apa cukup salary aja yang penting target tercapai dan yang utama karier bisa cepat terdongkrak,” ulas dia lebih panjang.
Dalam sistem e-catalog, tambah dia, sudah ditentukan tentang pemberian diskon sebuah produk. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sendiri pun mengetahui persis margin dan diskon yang diberikan. Namun semua, menurut dia, masih bisa diatur sebagaimana yang diungkapkan di awal.
“Yang bisa dimainkan lebih gede ada. Yakni dari segi aksesoris dan karoseri,” ungkap dia memungkasi.
Kepolisian resort (Polres) Jombang sendiri, tengah melakukan upaya penyelidikan terhadap perkara indikasi korupsi dalam pengadaan mobil dan motor dinas operasional kecamatan se-Kabupaten Jombang, secara diam-diam.
Alih-alih tidak sedang menangani perkara ini, Kepala Satuan Reserse Kriminal Resort Jombang, Ajun Komisaris Polisi Ambuka Yudha, justru bertanya tentang adanya permasalahan pada proses pengadaan tersebut hingga narasumber yang memberi informasi kepada reporter KabarJombang.com.
“Belum ada, emang ada apa dengan pengadaannya ?, Infonya darimana ini, bisa disebutkan narasumber nya ?,” tanya Ambuka dalam percakapan WhatsApp dengan reporter kami, Sabtu (28/12/2019) pukul 15.55 WIB.
Pernyataan Ambuka sendiri berbeda dengan keterangan narasumber yang wartawan ini dapat. Sejumlah saksi yang diminta hadir untuk diminta keterangan perkara ini berkata lain.
Berdasar surat panggilan resmi dari pihak kepolisian, mereka mengaku akan dimintai keterangan seputar pengadaan mobil dan motor dinas kecamatan pada hari Senin (30/12/2019) sekitar pukul 13.00 WIB.
“Silent, buat aku (surat panggilan kepolisian),” ungkap sumber yang enggan namanya disebut, Minggu (29/12/2019) pukul 13.16 WIB, sebagaimana tersimpan dalam file redaksi.
Sumber internal kepolisian sendiri juga membenarkan adanya penyelidikan perkara pengadaan mobil dan motor kecamatan se Jombang. “Iya, tahap pemeriksaan saksi-saksi, ada dugaan mark up dalam pengadaan itu,” ungkap sumber sembari mewanti untuk dirahasiakan identitasnya, Senin (30/12/2019).
Di unit tindak pidana korupsi Porlre Jombang sendiri, Senin (30/12/2019) sekitar pukul 16.15 WIB, berlangsung pemeriksaan terhadap dua orang pria berbaju batik. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian.
KATEGORI GRATIFIKASI
Dalam perspektif hukum, bagi-bagi diskon dan poin oleh penyedia dan panitia pengadaan masuk dalam kategori Gratifikasi. Dalam buku saku memahami gratifikasi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan, gratifikasi adalah akar dari korupsi.
Masih dikutip dari buku saku ini, pada umumnya, masyarakat memahami korupsi sebagai sesuatu yang merugikan keuangan negara semata. Padahal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 30 jenis tindak pidana korupsi.
Ke-30 jenis tindak pidana korupsi tersebut, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh. Yaitu: Kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Dari berbagai jenis korupsi yang diatur dalam Undang-undang, gratifikasi merupakan suatu hal yang relatif baru dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia. Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa: Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas.
Penerimaan gratifikasi baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Penerimaan gratifikasi sendiri, masih dalam tulisan buku saku dari KPK tersebut, dikategorikan menjadi dua kategori. Yaitu Gratifikasi yang Dianggap Suap dan Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap.
Gratifikasi yang Dianggap Suap yaitu Gratifikasi yang diterima Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Sementara Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yang terkait dengan Kegiatan Kedinasan, meliputi penerimaan dari pihak lain berupa cinderamata dalam kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau kegiatan lain sejenis.
Dapat pula pemberian dari pihak lain berupa kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan, seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan lainnya sebagaimana diatur pada Standar Biaya yang berlaku di instansi penerima.
“Sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat Konflik Kepentingan, atau tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima,” tulis di buku saku KPK tersebut.
Ancaman pidananya juga tidak main-main, yaitu pidana penjara minimum empat tahun, dan maksimum 20 tahun atau pidana penjara seumur hidup, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), maksimum Rp 1 miliar.
Pengadaan mobil dan motor dinas untuk Camat, Sekretaris Kecamatan dan Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Kecamatan se-Jombang sudah direalisasikan.
Sebanyak 21 mobil Toyota Rush, 21 motor Yamaha Xerox, serta sebanyak 21 unit Yamaha Vixion, telah diserah-terimakan pada masing-masing pihak pada 10 November 2019 lalu.
Penyerahan dilakukan langsung Bupati Jombang Mundjidah Wahab, usai pelaksanaan upacara peringatan Hari Pahlawan. Dalam keterangannya, Mundjidah menyebut pengadaan mobil dinas dan motor tahun anggaran 2019, tidak akan membebani anggaran dan perencanaan program yang lain.
“Karena APBD ada dan mampu. Mobil dinas Camat sudah tua, tidak layak digunakan untuk kegiatan operasional yang berat,” ungkapnya kala itu di hadapan sejumlah awak media.
Lebih lanjut dikatakan dia, mobil operasional Camat yang sudah tua dan tidak layak digunakan itu ditarik kembali oleh Pemkab Jombang.
Beredar kabar, mobil bekas Camat ini justru dihibahkan kepada salah satu organisasi keagamaan di Jombang. Hibah kendaraan eks operasional negara sendiri, telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pemendagri) nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah dan sejumlah aturan lainnya.
Namun informasi ini belum tervalidasi. Pihak Pemkab Jombang masih terus berusaha dikonfirmasi terkait ini.