Penanganan Sakit Jantung Semakin Mudah dan Aman

Ilustrasi.(Istimewa).
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com  – Penyakit jantung koroner (PJK) diketahui sebagai salah satu penyebab kematian yang paling tinggi di Indonesia.

Menurut Institute of Health Metrics and Evaluation, PJK menempati urutan ke-2 setelah Stroke sebagai penyumbang kematian terbesar di Indonesia.

Baca Juga

Sementara data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan tren peningkatan penyakit jantung yakni 0,5 persen pada 2013 menjadi 1,5 persen pada 2018.

Kini, penderitanya tak terbatas laki-laki dan perempuan yang berusia tua saja.

Namun juga diderita usia produktif sekira usia 30 tahunan.

PJK terjadi ketika ada penyumbatan di dinding bagian dalam pembuluh darah arteri oleh plak yang dibentuk lemak atau kolestrol.

Ada dua prosedur penanganan penyakit jantung koroner.

Pertama pemasangan stent atau yang sering dikenal dengan ring jantung dan kedua, operasi bypass jantung.

Untuk sumbatan pembuluh darah yang terlalu banyak, dokter tidak merekomendasikan pemasangan stent.

Dokter akan menyarankan tindakan operasi bypass.

Pemasangan stent kerap dipilih karena memiliki kesan lebih mudah dijalani.

Meski demikian, ada saja orang dengan keluhan sakit jantung yang enggan melakukan pemasangan stent.

Ketua PERKI DKI Jakarta (Perki Jaya) dr. Vireza Pratama, SpJP(K), FIHA, FAsCC , FSCAI, mengatakan, tidak perlu khawatir dengan pemasangan stent.

Pemasangan stent bukanlah tindakan operasi besar.

“Edukasi kepada masyarakat yang kita perlu berikan. Pemasangan stent jantung merupakan operasi minimal invasif. Jadi tindakannya hanya melalui sistem kateter selang kecil yang aksesnya melalui pembuluh tangan maupun pembuluh kaki,” ungkap dia saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia menyebut, pemasangan stent merupakan tindakan membuka pembuluh darah koroner yang sangat minimal invasif dan risiko perdarahan.

“Jadi hanya disuntik lalu dibikin luka sayatan kecil sekali untuk memasukkan suatu selang atau kateter ke dalam pembuluh tangan atau bisa juga pembuluh kaki atau paha,” jelas dr Vireza.

Selain itu risiko infeksi dalam pemasangan stent pun juga sangat minimal. Hal ini membuat pemulihan lebih cepat.

Seiring perkembangnya teknologi, penanganan jantung koroner juga menjadi lebih mudah. Misalnya penggunaan intravascular ultrasound atau IVUS.

Teknologi ini mampu melihat ukuran, panjang, derajat, serta tipe sumbatan dengan lebih akurat.

Tujuannya penderita mendapatkan pelayanan terbaik selama menjalani perawatan.

“Tindakan IVUS sangat menolong operator untuk menentukan teknikal yang tepat, sizing stent, membuat lebih presisi,” ungkap dia.

Dokter Vireza menjelaskan, jika pemasangan tidak optimal maka sangat memungkinkan terjadi penyumbatan kembali.

“Akhirnya membuat pembiayaan penyakit jantung kian bertambah. Manfaat IVUS bagi dunia intervensi jantung itu sangat besar,” imbuhnya.

Melalui uji klinis ULTIMATE, PCI (Percutaneous Coronary Intervention) dengan menggunakan IVUS terbukti menurunkan tingkat penutupan kembali dibandingkan PCI yang dilakukan hanya dengan angiografi. ULTIMATE merupakan uji klinik acak yang membandingkan penggunaan IVUS dan angiografi pada 1.448 pasien yang menjalani PCI di tahun 2018.

Teknologi IVUS bahkan menjadi panduan penanganan jantung yang dikeluarkan organisasi profesi seperti PERKI (Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia) dan PIKI (Perhimpunan Intervensi Kardiovaskular Indonesia).

“Teknik pemasangan yang sebelumnya juga sudah aman. Tapi kini adanya IVUS membuat lebih aman dan lebih efektif,” imbuhnya.

Ia pun mengingatkan, setelah pemasangan stent, pasien sangat dianjurkan tetap menjaga pola hidup sehat termasuk tetap mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan serta mengendalikan faktor risiko munculnya sumbatan.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait