Merasa tak Pernah Diberitahu, Kepala Desa Kepatihan Jombang Pertanyakan Validasi Data Stunting

Ket foto : Erwin Pribadi, Kepala Desa Kepatihan saat diwawancara wartawan. (Anggit)
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Soal stunting, Kepala Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Erwin Pribadi pertanyakan validasi data stunting yang masuk ke desanya.

Pasalnya, ia sama sekali tidak mengetahui jika ada puluhan anak di desanya yang terindikasi Stunting. Hal itu pun memancing pertanyaan dalam benak Erwin, sebenarnya data mana yang dipakai dalam menentukan suatu desa terdapat indikasi stunting atau tidak.

Baca Juga

“Saya tidak punya hak untuk mengatakan apakah data validasi di desa Kepatihan ada anak yang terkena stunting atau tidak. Dan repotnya lagi pihak desa tidak pernah diberikan informasi terkait data validasi angka anak-anak yang terkena stunting di Kepatihan. Tiba-tiba saja data itu muncul,” ucapnya pada wartawan, Rabu (3/8/2022).

Erwin meneruskan, data stunting yang diberikan ke desanya oleh puskesmas setempat itu muncul sekitar bulan Maret-Juni tahun 2022. Dari data itu, di Desa Kepatihan terdapat 20 anak yang masuk data stunting dan gizi buruk.

“Tapi saya bersumpah, saya tidak pernah diberitahu kalau ada data itu, dan itu juga data tahun 2021,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, kalaupun data itu pada tahun 2022, ia menyebut sama sekali tidak mungkin karena baru diberikan kemarin dan data mana yang dipakai.

“Terus saya juga mengingatkan, Bupati Jombang sudah berulang kali mencanangkan program Berkadang yang didalamnya ada penanganan Zero Stunting. Kabupaten Jombang juga berturut-turut mendapat penghargaan Kabupaten Layak Anak,” katanya.

Baginya, hal tersebut sangat ironis sekali. Lebih ironis lagi ketika pemerintah desa diminta untuk menganggarkan penanganan stunting. Menurutnya, tanpa anggaran dari Pemkab untuk stunting ini pun sebenarnya desa sudah mampu untuk menganggarkan stunting dan gizi buruk.

Untuk diketahui, Pemkab sendiri memang sudah menganggarkan untuk stunting dari program Berkadang. Erwin menegaskan kembali, tanpa Pemkab pun pemerintah desa bisa menganggarkan untuk pencegahan stunting.

Ia berkelakar kembali, dulu pada tahun 2021, desa diberikan kesempatan untuk mengambil anggaran untuk pencegahan stunting dan gizi buruk. Menurutnya, karena itu baik dan desa pun belum pernah menerima laporan terkait stunting jadi diambil oleh desa.

“Tetapi, pemahaman saya dan teman-teman waktu itu, untuk anggaran pencegahan stunting itu diberikan secara massal untuk satu desa, seberapa pun jumlah anak balita dalam satu desa. Tetapi kenyataannya tidak begitu, kita di fokuskan oleh Puskesmas sekian puluh anak, jadi fokusnya tidak dalam satu desa,” jelasnya.

Hal tersebut yang membuat Erwin sedikit geleng-geleng kepala. Adanya aturan tanpa sepengetahuan dari pihak desa.

“Berarti ini bukan pencegah stunting, melainkan mengobati stunting dan gizi buruk. Sifatnya bukan pencegahan kalau begini caranya. Munculnya aturan penanganan harus sekian puluh anak dari Puskesmas itu pun muncul saat desa diberikan data 20 anak yang stunting itu, cara kerjanya kan tidak begitu,” ujarnya.

Ia menggaris bawahi, etika saat Puskesmas menemukan data bahwa ada indikasi stunting pada suatu desa, maka harus dilaporkan pada desa dahulu. Kemudian, baru puskesmas merecord atau mendata data itu tadi untuk dilakukan pemantauan.

“Tetapi untuk melakukan tindakan pencegahan, desa yang melakukan, karena yang punya anggaran, karena tanpa anggaran dari Pemkab pun, desa sudah bisa menganggarkan. Karena, desa jika ingin mencairkan dana desa harus ada laporan stunting dan itu wajib,” tukasnya.

Dirinya menjabarkan, karena saat desa ingin mencairkan dana desa, harus ada laporan stunting di dalamnya.

“Karena kita tidak pernah punya data yang terkena stunting, jadi data stunting yang diajukan itu Nol. Itu termasuk syarat pencairan dana desa. Karena kalaupun dalam satu desa ada angka stunting nya, kita akan mengalokasikan anggaran lagi untuk pencegahan stunting itu tadi,” pungkasnya.(Anggit)

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait