Peran Notaris dalam Pembuatan Akta Perdamaian

  • Whatsapp

Oleh: Arum Mahdavikia
Magister Kenotariatan
Universitas Gajah Mada

Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis, hal ini sebagaimana Pasal 1851 KUHPerdata. perdamaian bertujuan kedua belah pihak yang bersengketa saling melepaskan sebagian tuntutan mereka, demi untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara. Perdamaian adalah suatu perjanjian “formal” karena ia tidak sah (dan karena tidak mengikat) kalau tidak menurut formalitas tertentu, yaitu ia harus diadakan secara tertulis. Perdamaian ini dapat dibuat dengan menggunakan akta perdamaian.

Baca Juga

Akta Perdamaian merupakan kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara permufakatan serta pelepasan hak tuntutan . Notaris dalam hal ini memiliki peran untuk membuat akta perdamaian.

Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan membuat akta autentik mengenai semua perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse akta, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJNp).

Akta Perdamaian yang dibuat dihadapan Notaris merupakan akta autentik. Akta autentik menurut pasal 1868 KUHPerdata adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu tempat akta itu dibuat. Dan sebagaimana Pasal 1 angka 7 UUJNp bahwa akta notaris adalah akta autentik karena dibuat dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara ditetapkan dalam undang-undang.

Akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya, hal ini sebagaimana pasal 1870 KUHPerdata “Bagi para pihak yang berkepentingan berserta ahli waris ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya. Hal ini dapat diartikan bahwa akta perdamaian sebagai akta autentik merupakan suatu bukti yang sempurna dan mengikat, harus dipercaya oleh hakim tentang apa yang termuat di dalam akta tersebut. Akta autentik harus dianggap sebagai benar dan tidak memerlukan tambahan pembuktian. Pihak-pihak yang menyatakan bahwa akta autentik itu palsu, mereka harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu.

Akta perdamaian yang dibuat dihadapan notaris harus diperlakukan sebagai autentik, kecuali akta perdamaian tersebut dibuat dihadapan pejabat umum yang tidak berwenang dan tidak cakap maupun karena cacat dalam bentuk, maka akta perdamaian tersebut memiliki kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. Hal ini sebagaimana Pasal 1869 KUHPerdata “suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. Tulisan dibawah tangan dapat menjadi bukti yang sempurna dan lengkap dari permulaan bukti tertulis yang masih harus dilengkap dengan alat-alat bukti lainnya.

Akta Perdamaian yang dibuat dihadapan Notaris memiliki kekuatan seperti suatu putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap, hal ini sebagaimana Pasal 1858 KUHPerdata yang berbunyi “Di antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu putusan hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu dirugikan. Hal ini juga ditegaskan pada Pasal 130 ayat (2) dan (3) HIR bahwa akta perdamaian memiliki tiga kekuatan hukum: (1) disamakan kekuatannya dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap; (2) Mempunyai kekuatan eksekutorial; (3) Putusan Akta perdamaian tidak dapat dibanding.

Akta perdamaian yang dibuat dihadapan Notaris dapat dikeluarkan Grosse akta. Salah satu pihak yang tidak melaksanakan perjanjian perdamaian telah dibuat menjadi akta perdamaian, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta grosse akta dalam bentuk akta autentik kepada Notaris. Hal ini Sebagaimana Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa Notaris diberikan kewenangan untuk mengeluarkan grosse akta dan membuat catatan pada minuta akta mengenai penerima grosse akta dan tanggal pengeluaran serta catatan tersebut ditandatangani oleh Notaris. Grosse akta adalah salinan akta yang diatas judul akta/kepala akta memuat frasa/kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Dan selanjutnya dibagian bawah setelah akhir akta, ada kalimat “Dikeluarkan sebagai grosse pertama, kepada dan atas permintaan dari………….., tersebut diatas, pada tanggal………………….”. Pada minuta akta diberi kalimat “Diberikan sebagai grosse pertama oleh saya, ………..(nama notaris), Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di………., kepada dan atas permintaan……….., pada hari ini…………, tanggal………… “. Grosse akta tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan suatu penetapan hakim. Pihak yang merasakan dirugikan atas wanprestasi yang dilakukan pihak lain dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri untuk dapat dilaksanakan eksekusi, kemudian pengadilan negeri melaksanakan eksekusi.

Akta perdamaian dapat dibatalkan apabila telah terjadi suatu kekhilafan mengenai orangnya, atau mengenai pokok perselisihan. Pembatalan akta perdamaian dilakukan penipuan dan paksaan, hal ini sebagaimana Pasal 1859 KUHPerdata yang berbunyi “Namun perdamaian dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan atau pokok perselisihan. perdamaian dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan.”

Akta perdamaian yang dilakukan diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian diketahui bahwa surat-surat itu palsu adalah sama sekali batal, hal ini sebagaimana pasal 1861 “Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu, batal sama sekali.” Pasal 1862 juga menyatakan bahwa “Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan keputusan hakim telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun diketahui oleh kedua belah pihak atau salah satu, adalah batal. Jika keputusan yang tidak diketahui itu masih dapat dimintakan banding, akta perdamaian mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah. Notaris dalam hal ini harus berhati-hati dalam pembuatan akta perdamaian agar akta perdamaian yang dibuat memiliki kekuatan eksekutorial dan kekuatan seperti putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Berita Terkait