Pendamping Korban Sayangkan MSAT Hanya Divonis 7 Tahun Penjara

Sidang putusan MSAT di PN Surabaya
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – MSAT akhirnya divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Pendamping korban mengapresiasi perjuangan pihak yang terus mensupport korban. Namun menyayangkan putusan vonis oleh hakim.

Hal tersebut disampaikan oleh pendamping korban, yakni Syarif Abdurrahman. Ia mengapresiasi korban, para saksi, kuasa hukum, dan pendamping yang telah 3 tahun lamanya mengawal proses hukum Terdakwa MSAT sejak dilaporkan pada tanggal 29 Oktober 2019 hingga agenda pembacaan putusan tanggal 18 November 2022.

Baca Juga

“Apresiasi Kepada Tim Jaksa Penuntut Umum yang menerapkan tuntutan 16 tahun penjara MSAT, merujuk Pasal 285 juncto 65 ayat 1 KUHP. Dan sependapat dengan Tim JPU yang menyatakan tidak ada hal yang meringankan pada terdakwa,” ucapnya saat dikonfirmasi Kabarjombang.com pada Jumat (18/11/2022).

Bahwa, lanjutnya, dengan adanya vonis 7 tahun penjara ini maka secara hukum, sah serta meyakinkan MSAT terbukti bersalah. Meskipun vonisnya kurang sesuai harapan.

“Menyayangkan Penjatuhan Vonis 7 tahun Penjara. Melihat pasal yang diterapkan hakim dalam vonis yaitu 289 KUHP. Dimana hakim belum mempertimbangkan betul aspek relasi kuasa dalam paradigma penanganan kasus kekerasan seksual,” katanya.

Syarif yang sedari awal mengawal korban itu melanjutkan, dimana korban harus berhadapan dengan sistem yang menyalahkan yakni dikeluarkan dari Pondok Pesantren tempatnya belajar, serta mengalami stigma dan intimidasi berlapis dalam menghadapi beratnya proses hukum.

Dalam Pasal 289 berbunyi ‘Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun’.

“Sehingga kami sangat menyayangkan hakim tidak menyertakan peristiwa perkosaan yang telah diatur dalam pasal 285 KUHP dalam kasus MSAT sesuai dengan tuntutan JPU,” katanya.

Pihaknya juga keberatan terhadap perilaku Hakim yang tidak mempertimbangkan Aspek Perlindungan dan Keamanan bagi Korban dan Para Saksi yang pada agenda pembacaan putusan Hakim dalam sidang terbuka secara gamblang menyebut identitas para korban dan saksi.

Hal ini, disebutnya bertentangan dengan Prinsip Pemeriksaan yang telah diatur dalam pasal 59 (ayat 2) UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dimana dalam membacakan putusan, majelis Hakim wajib merahasiakan identitas saksi dan atau korban.

Dengan ini Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan menyatakan sikap dukungan penuh kepada tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam upaya hukum banding atas putusan hakim pemeriksa perkara kasus kekerasan seksual yang menjerat terdakwa.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait