Merasa Ditipu Tender Pengadaan Beras Pemerintah hingga 800 Juta, Warga Plandaan Jombang Tuntut Keadilan

Foto : Sukarno (45) warga Plandaan, Jombang korban penipuan proyek pengadaan beras yang diduga fiktif dari CV Virandia dengan Pemkab Jombang saat mendatangi kantor Kabar Jombang. (Kevin Nizar)
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Seorang warga Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, bernama Sukarno (45), menjadi korban penipuan terkait tender pengadaan pangan berupa beras yang diduga fiktif. Dari kejadian tersebut, total ia mengalami kerugian  sebesar Rp 835.925.875.

Ia mengaku ditipu oleh R dan H pasangan suami istri pemilik CV Virandia yang beralamat di Dusun Rembukwangi, Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben.

Baca Juga

Pada Selasa (18/2/2025) Sukarno mendatangi kantor Kabar Jombang yang beralamat di Jalan Halmahera no. 99, Plandi, Jombang. Dengan membawa bukti-bukti surat perjanjian, tangkapan layar percakapan whatsapp dan lain sebagainya sambil ia menceritakan kronologi kejadian kepada wartawan KabarJombang.com.

Kejadian tersebut dimulai pada bulan Maret 2024, saat R bersama suaminya H datang kepada Sukarno untuk menawarkan proyek pengadaan beras. R menceritakan bahwa CV Virandia baru saja mendapat tender dari Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang.

“Sejak awal R mengatakan pada saya ingin bekerja sama dengan CV nya terkait pengadaan beras tersebut. Lalu di bulan selanjutnya R mengirimkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang ada kop resmi dari Pemkab Jombang, tertanda tangani Sekretaris Daerah serta bermaterai,” ujarnya.

“di SPK tersebut menyatakan permintaan beras 4,6 ton senilai kurang lebih Rp 50 juta dengan sistem pembayaran 45 hari dihitung setelah pengambilan barang. Lha terus R juga bilang pada saya permintaan ini kedepan setiap bulannya akan naik,” lanjut Sukarno.

Lalu menurut pengakuan Sukarno, di bulan berikutnya ada permintaan lagi sejumlah 14 ton dengan sistem 2 kali pengiriman. Karena turunnya SPK belum genap 45 hari, permintaan di bulan lalu posisinya belum terbayarkan.

“Alhamdulillah tak berselang lama setelah tepat sudah 45 hari pengiriman di bulan pertama akhirnya terbayarkan juga. Kemudian bulan selanjutnya SPK turun lagi, permintaan meningkat menjadi 21, 5 ton. Setiap SPK turun batas waktu pemenuhannya selalu mepet, antara 2-3 hari, dengan keterbatasan waktu itu tak jarang saya ngirimnya tidak sesuai tanggal yang ditentukan tapi tetap terpenuhi,” jelasnya.

Menurut Sukarno, sistem tersebut terus berulang, pencairan masih lancar dan tidak ada kendala, sampai tibalah pada bulan September 2024. SPK turun total sekitar 65 ton, dengan pembagian 23 ton dan 42 ton dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan SPK pada bulan selanjutnya dengan total 57,5 ton belum terbayar.

“Saat itu saya sempat menolak sudah merasa tidak mampu dengan jumlah uang yang sebegitu banyaknya ditambah SPK bulan sebelumnya belum juga cair. Disitu dengan segala tekanannya, termasuk mencari hutangan kesana-kesini dan segala jaminan Alhamdulillah yang 42 ton senilai uang Rp 565.110.000 terpenuhi,” kata Sukarno.

“Akan tetapi berhubung yang 23 ton tidak terpenuhi CV Virandia miliknya R kena peringatan dengan denda 5 persen dan pembayaran di bulan sebelumnya tertunda,” tambahnya.

Kemudian menurutnya selang beberapa waktu turun lagi surat putus hubungan kontrak kerjasama dari CV Virandia dengan Pemkab. Akan tetapi denda yang sebelumnya dikenakan 5 persen tersebut dihapus, dengan bahasa ada pihak orang dalam Pemkab yang menyelamatkan CV Virandia dari blacklist.

“Berikutnya R datang lagi bersama suaminya H ke rumah saya dengan mengatakan masih belum bisa melakukan pencairan karena beras yang dikirimkan kena pemeriksaan oleh inspektorat. Jadi uang ini belum bisa terbayar sekarang karena harus melalui audit dulu,” terangnya.

Kemudian Sukarno menceritakan mulai konflik dan terlihat gelagat anehnya R tersebut pada bulan Oktober 2024. Saat Sukarno menanyakan terkait kapan cairnya dari beras yang dikirim terakhir sebanyak 70,2 ton tersebut yang belum juga cair R selalu marah dan melemparnya kepada H, suaminya.

“Dari runtutan kejadian tersebut akhirnya saya melapor ke Polres Jombang dengan perkara dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan. Total kerugian yang saya alami yakni sebesar Rp 835.925.875, pada tanggal (2/12/2024),” terangnya.

Ia menceritakan selama ini Sukarno sudah dipanggil oleh Polres Jombang sebanyak 2 kali terakhir pada (14/2/2025). Untuk R dan suaminya H menurutnya juga sudah dipanggil namun yang hadir hanya R saja, H belum pernah hadir dengan alasan katanya berada di Kalimantan.

“Perkembangan kasus ini terakhir yang saya peroleh dari Kanit Pidum Satreskrim Polres Jombang masih dalam tahap penyelidikan belum penyidikan. Kemudian tahap selanjutnya katanya akan dilakukan pemanggilan kepada pihak Sekda dan Sekwan,” kata Sukarno.

Atas kejadian dan laporan yang telah dibuatnya tersebut, Sukarno berharap adanya keadilan hukum, sebab kalau untuk masalah uang dirinya mengaku pasrah. “Saya hanya mencari keadilan hukum saja masalah nanti apakah R ini diproses secara hukum atau uang dikembalikan saya ikhlas pasrah pada tuhan intinya begitu,” harapnya.

Berita Terkait