Kasus Dugaan Pencabulan Satriwati di Jombang, Pakar Hukum: “Harusnya Tersangka Sudah Ditahan”

Ilustrasi
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Kasus pencabulan yang menimpa santri salah satu pondok pesantren (Ponpes) di kawasan Ploso Jombang, dan diduga dilakukan oleh salah satu elit ponpes tersebut, merupakan ujian bagi nyali kepolisian untuk melakukan pengusutan secara transparan dan tuntas.

Pernyatan tersebut disampaikan langsung pakar hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya, Dr Sholikin Ruslie SH MH.

Baca Juga

“Tidak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk tidak menegakkan hukum pada kasus ini. Jangan dianggap masyarakat itu diam karena tidak tahu, diamnya masyarakat sejatinya bukan diam dan benar-benar diam tapi tetap melakukan kontrol terhadap kinerja kepolisian agar menegakkan hukum setegak-tegaknya, dengan transparan kepada siapapun. Sebab hukum itu diciptakan untuk ditegakkan dan agar dapat menciptakan keadilan,” ungkap dia panjang lebar, Sabtu (7/12/2019).

Disampaikannya lebih jauh, pada titik sentrum penerapan pasal adalah hal yang sangat krusial harus dikontrol oleh publik. Karena pada aspek ini, lebih jauh dia tuturkan, kerap menjadi pintu masuk penelantaran kasus-kasus yang mandeg.

Dirinya pun mengaku sepakat dengan Ketua PCNU Jombang, yang menyebut jika kasus ini tidak dapat mencerminkan keadilan, maka dikhawatirkan akan menurunkan kepercayaan publik terhadap pesantren.

“Bahkan, menurut saya juga, akan sangat berbahaya dalam bingkai bangunan hukum dan pranata sosial di Kabupaten Jombang. Jika hal ini sampai terjadi, polisi adalah pihak yang paling bertanggungjawab,” tegas dia.

Pria yang juga menjabat sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jombang, ini pun membedah penerapan pasal 285 KUHP alternatif 294 (1,2 ke 2e) yang diterapkan pada tersangka.

Menurut dia, ancaman hukuman Pasal 285 adalah maksimal 12 tahun. Pasal ini tentang persetubuhan, bukan pencabulan. Jika info di publik persoalannya adalah pencabulan tapi dikenakan pasal persetubuhan, maka sangat mungkin nanti tersangka akan bebas.

Selain itu, pasal ini tidak mengenal ketentuan batasan hukuman minimal, artinya meskipun maksimalnya tinggi tapi tidak ada batas minimal, maka ada peluang tersangka akan dikenakan hukuman yang sangat ringan.

“Untuk pengenaan pasal alternatif 294 (1 dan 2 ke 2e) meskipun tentang pencabulan, akan tetapi pasal ini konsekuensi hukuman yang diancam lebih ringan, yaitu 7 tahun,” ulas dia.

Untuk itu, kata Sholikin, publik harus tetap melakukan kontrol terhadap kinerja kepolisian dan kejaksaan nantinya. Khususnya terhadap penerapan pasal dan undang-undangnya serta ditahan dan tidaknya tersangka.

“Sebab perkara ini bukan delik aduan, yang konsepnya tidak dapat menghentikan perkara/kasus, misalnya karena dicabut atau terdapat kesepakatan damai,” ungkapnya.

Sebagai tokoh yang lahir dan dibesarkan di kota santri Jombang, dirinya pun menaruh harapan besar agar kepolisian serius terhadap persoalan ini. Sebab jika tidak, lanjut Sholikin, akan sangat menciderai keadilan dan mengganggu kondusifitas publik di Kabupaten Jombang.

“Khawatir masyarakat akan beranggapan hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tambah dia.

Pihaknya pun meminta pihak kepolisian segera melakukan penahanan terhadap tersangka. “Sudah memenuhi unsur penahanan. yaitu dikhawatirkan mengulangi perbuatannya, karena infonya korban yang saya mendengar tidak hanya satu, kemudian menghilangkan barang bukti dan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun,” pinta dia.

Dikatakan Sholikin, meskipun penilaian terhadap tiga hal tersebut merupakan penilaian subyektif penyidik. Namun perlu diingat, pesan dia sebelum mengakhiri pembicaraan, publik mempunyai obyektifitasnya sendiri.

“Publik mempunyai kemampuan untuk menilai apakah penyidik serius atau tidak,” pungkas dia.

Iklan Bank Jombang 2024

Berita Terkait