JOMBANG, KabarJombang.com – Fenomena penolakan masyarakat terhadap pemakaman janazah terjangkit Covid-19 di beberapa daerah, juga terjadi di Jombang, Jawa Timur, ditanggapi serius praktisi hokum DR A Sholikhin Ruslie.
Pihaknya meminta pemerintah daerah dan aparatur keamanan, serius mengatasi hal fenomena tersebut. Menurutnya, jika hal ini ini dibiarkan, dikhawatirkan akan sangat membahayakan terhadap eksistensi keberagaman, solidaritas dan kerukunan warga.
Dosen Kebijakan Hukum Publik Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya ini mengatakan, dari aspek sosiologis, antar sesama harusnya tetap menempatkan manusia sebagai makhluk Tuhan dengan harkat dan martabatnya. Menurutnya, manusia juga harus mendapatkan penghormatan baik jasa maupun raganya, semasa hidup dan kala meninggal. Meskipun masih menyandang terpidana kejahatan misalnya. Apalagi hanya disebabkan terjangkit virus Corona.
“Siapa sih yang mau terkena virus yang mematikan ini?, Lalu pantaskah orang yang terkena virus yang tidak dikehendakinya tersebut menerima perlakuan buruk dari masyarakat?, dan pernahkah kita berfikir bagaimana beban psikologis dan sosiolgis anak isteri/suami dan keluarga janazah yang mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya tersebut?,” papar Sholikhin Ruslie.
Pada aspek hukum, terangnya, dalam KUHP terdapat ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalang-halangi proses pemakaman seseorang. Hal tersebut diatur pada Pasal 178 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang termaktub, “Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menyusahkan jalan masuk yang tidak dilarang ke suatu tenpat pekuburan, dihukum penjara selama-lamanya satu bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.800”.
“Khusus terhadap denda berbentuk rupiah, Hakim akan melakukan konversi yang setara dengan nilai mata uang rupiah saat ini,” sambungnya.
Diulasnya, di sini bicara pidana persoalannya, bukan masalah ancaman hukuman atas perbuatan tersebut berat atau ringan, tapi lebih pada aspek kejahatan dan pelanggarannya yang harus ditindak. Karena perbuatan tersebut, jika dibiarkan sangat merugikan kepentingan publik.
“Lantas, bagaimana jika ‘penghalangan’ tersebut dilakukan terhadap keluarga kita. Maka ketika keluarga kita tidak mau diperlakukan seperti itu, keluarga orang lainnya pun juga mempunyai hak yang sama. Karena setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum dan berhak mendapatkan perlakuan yang semestinya oleh hukum sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat,” paparnya.
Selain itu, lanjutnya, dalam RUU KUHP, hal-hal yang terkait janazah dan pemakaman diteguhkan kembali pengaturannya, bahkan lebih rinci. Dituangkan ke dalam empat pasal, yaitu pasal 312-315. Selain itu, RUU-KUHP juga memuat ancaman hukuman yang lebih berat. Misalnya “melarang menghalang-halangi jalan masuk ke pemakaman, termasuk mengganggu upacara penguburan jenazah”. Diancam penjara maksimal satu tahun atau denda.
“Ketentuan ini sangat jelas, bahkan dalam konstruksi hukum pidana, ahli waris yang merasa janazah keluarganya diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, dapat menuntut secara hukum. Baik tuntutan pidana maupun gugatan perdata,” tandasnya.
Pihaknya mengaku miris atas fenomena penolakan pemakaman orang terpapar Corona. Menyikapi kondisi ini, lanjutnya, harusnya pemerintah daerah, penegak hukum, tokoh agama dan masyarakat segera menyatukan sikap. Kemudian memberi penjelasan serta sosialisasi secara benar kepada masyarakat.
“Kalau perlu, hadir langsung ketika terjadi peristiwa tersebut. Jangan hanya mengandalkan pemerintah desa dan RT (Rukun Tetangga) yang harus berhadapan dengan masyarakat,” katanya.
Pemerintah daerah, Forkopimda, tokoh bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa jenazah terjangkit Covid-19 jika dilakukan dengan prosedur medis yang benar dipastikan aman bagi manusia yang masih hidup. Termasuk aman terhadap sumber air tanah karena virusnya telah benar-benar mati.
“Selama ini, saya yakin masyarakat mendapatkan informasi keliru, sehingga menganggap janazah terpapar Covid-19 akan mencemari tanah dan air tanah, sehingga dianggap membahayakan keberlangsungan kehidupan mereka,” sambungnya.
Jika hal tersebut tidak segera diatas, Sholikhin mengaku khawatir masyarakat akan lebih mudah tersulut oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan negatif dan akhirnya mengancam keutuhan bangsa serta ketentraman kerukunan masyarakat. Di saat seperti ini, taegasnya, sangat rawan kepentingan-kepentingan negatif merasuki pikiran publik.
Kendati menghalang-halangi pemakaman janazah termasuk tindakan pidana, kata Sholikhin, langkah persuasif harus lebih diutamakan. Sebab, mengedepankan tindakan pidana juga sangat tidak bijak ditengah wabah Covid-19 yang mengguncang dunia ini.
“Penerapan hukum bisa menjadi upaya terakhir. Berdasarkan asas ultimum remedium dalam teori hukum pidana,” ungkap Sholikhin Ruslie.
Reporter: Slamet Wiyoto, M Choirurrojikin