Penyakit Epilepsi, Fakta, Mitos, Gejala, Penyebab, Penanganan dan Langkah Pengobatannya Bersama dr. Nella RSUD Jombang

Foto : Podcast Humas RSUD Jombang menyapa bersama dr. Nella Lusti Widhianingsih, Sp.S, dokter spesialis saraf RSUD Jombang. (Kevin Nizar)
  • Whatsapp

JOMBANG, KabarJombang.com – Dalam episode terbaru Podcast Humas RSUD Jombang Menyapa, dr. Nella Lusti Widhianingsih, Sp.S, seorang dokter spesialis saraf di RSUD Jombang, berbagi wawasan seputar penyakit epilepsi yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Podcast ini menghadirkan informasi lengkap mengenai definisi, penyebab, diagnosis, pengobatan, hingga pencegahan epilepsi, serta langkah-langkah yang perlu diambil oleh pasien dan keluarga untuk menghadapinya.

Baca Juga

dr. Nella memulai sesi podcast dengan memperkenalkan dirinya. Ia mengungkapkan bahwa telah mengabdi di RSUD Jombang sebagai dokter spesialis saraf selama lebih dari tujuh tahun. Ia menjelaskan bahwa perannya di RSUD Jombang meliputi penanganan pasien dengan gangguan saraf, termasuk epilepsi.

“Saya dr. Nella Lusti Widhianingsih, dokter neurologi di RSUD Jombang. Saya lulusan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dan saya berasal dari Madiun. Sekarang, saya tinggal di Jombang dan bekerja di rumah sakit ini,” ujar dr. Nella.

dr. Nella memulai penjelasan tentang epilepsi dengan memberikan definisi penyakit tersebut. Ia mengatakan bahwa epilepsi merupakan kondisi di mana fungsi otak mengalami gangguan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter. Gangguan ini mengakibatkan terjadinya kejang.

“Epilepsi adalah kondisi yang menyebabkan terjadinya kejang, dan dampaknya bisa sangat luas, mulai dari sistem tubuh lainnya, hingga kondisi psikologis dan kognitif pasien,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa kejang yang dialami penderita epilepsi tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga kehidupan sosial dan mental pasien. Banyak pasien epilepsi yang mengalami perasaan minder dan menarik diri dari kehidupan sosial akibat stigma atau kesulitan yang mereka alami.

Dalam podcast tersebut, dr. Nella juga mengungkapkan bahwa selain kejang, ada gejala lain yang sering dialami oleh penderita epilepsi. Dampak jangka panjang dari kejang berulang bisa membuat kualitas hidup pasien terganggu, baik secara fisik maupun psikologis.

“Selain kejang, pasien epilepsi sering mengalami gangguan fungsi kognitif, seperti kecemasan, depresi, dan kesulitan dalam konsentrasi. Kejang yang terjadi secara berulang juga bisa menyebabkan masalah keseimbangan dan vertigo,” terangnya.

Mendiagnosis epilepsi memerlukan pemeriksaan yang tepat. Menurut dr. Nella, pemeriksaan yang paling umum digunakan adalah Electroencephalogram (EEG). EEG berfungsi untuk memantau gelombang listrik di otak dan menentukan apakah ada aktivitas kejang. “Pemeriksaan EEG akan menunjukkan adanya gelombang kejang di otak. Jika hasilnya positif, pasien bisa dipastikan mengidap epilepsi,” kata dr. Nella.

Namun, bagi pasien yang mengalami kejang pertama kali setelah usia 25 tahun, pemeriksaan tambahan seperti CT scan diperlukan. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada kelainan lain seperti tumor atau gangguan vaskular pada otak yang bisa memicu kejang.

Menurutnya, jika pasien berusia lebih dari 25 tahun dan mengalami kejang pertama kali, pihaknya akan melakukan CT scan terlebih dahulu untuk mencari kemungkinan kelainan otak lainnya, sebelum melakukan EEG.

Proses pemeriksaan EEG sendiri membutuhkan persiapan khusus, terutama untuk memastikan elektroda dapat menempel dengan baik pada kulit kepala. Pasien harus memastikan rambutnya bersih, karena jika rambut kotor, elektroda tidak akan menempel dengan sempurna, yang dapat menyebabkan hasil pemeriksaan menjadi tidak akurat.

Penyebab epilepsi sangat bervariasi, mulai dari kelainan vaskular (seperti sumbatan atau perdarahan otak), infeksi (seperti meningitis atau ensefalitis), hingga trauma kepala. Selain itu, kondisi autoimun dan gangguan metabolik seperti diabetes juga dapat menjadi pemicu terjadinya epilepsi.

“Epilepsi juga bisa disebabkan oleh faktor genetik, terutama pada anak-anak. Ada kalanya penyebab epilepsi tidak diketahui, yang dikenal dengan istilah epilepsi idiopatik,” jelas dr. Nella.

Setelah diagnosis ditegakkan, pasien epilepsi biasanya akan menjalani pengobatan dengan obat anti-epilepsi. Obat ini harus dikonsumsi secara rutin dan tepat waktu. “Pasien epilepsi harus sangat disiplin dalam mengonsumsi obat-obatan. Ketepatan waktu sangat penting untuk menjaga kadar obat dalam tubuh agar tetap efektif,” kata dr. Nella.

Pengobatan epilepsi berlangsung selama sekitar dua tahun. Selama periode ini, pasien harus rutin mengonsumsi obat dan menjalani pemeriksaan EEG untuk memantau apakah kejang masih terjadi.

“Setelah dua tahun, jika pasien tidak mengalami kejang, dilakukan evaluasi ulang dengan EEG. Jika hasilnya normal, dosis obat bisa diturunkan secara bertahap. Penurunan dosis dilakukan dengan sangat hati-hati, sekitar 25% dari dosis total setiap 3-6 bulan,” ungkapnya.

Jika menemukan seseorang yang mengalami kejang, banyak orang yang panik. Namun, dr. Nella memberikan beberapa langkah penting yang harus dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama. “Yang pertama, hindari benda-benda berbahaya di sekitar pasien, seperti gelas atau benda tajam. Longgarkan pakaian yang ketat dan, jika tersedia, berikan oksigen,” ujarnya.

Ia juga menyarankan agar lidah pasien tidak tergigit dengan cara meletakkan kain atau perban (bukan benda logam) di antara gigi pasien. “Segera bawa pasien ke rumah sakit atau instalasi gawat darurat (IGD) terdekat untuk penanganan lebih lanjut,” tambahnya.

dr. Nella menekankan bahwa pola hidup sehat sangat penting untuk mencegah epilepsi. Menurutnya pola hidup sehat bukan hanya untuk mencegah epilepsi, tetapi juga untuk menjaga kesehatan saraf secara keseluruhan.

“Hidup sehat adalah kunci utama. Hindari kebiasaan merokok, begadang, atau konsumsi makanan yang tidak sehat seperti junk food. Pola makan yang baik dan tidur yang cukup sangat mendukung kesehatan otak,” pesan dr. Nella.

RSUD Jombang terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien epilepsi dengan menyediakan fasilitas medis yang memadai dan tenaga medis yang kompeten. Dengan pemeriksaan EEG yang tersedia di rumah sakit ini, pasien dapat segera mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Berita Terkait