KABARJOMBANG.COM – Banyaknya pemanfaatan lahan pertanian produktif di Kabupaten Jombang, diprediksi bakal mengancam hasil pertanian di Kota Santri. Betapa tidak, semakin meningkatnya peralihan fungsi lahan pertanian menjadi bangunan, makin banyak ditemui.
Seperti di Kecamatan Jombang saja, tepatnya di Desa Banjardowo Kecamatan/Kabupaten Jombang, setidaknya sudah banyak muncul lahan pertanian yang digunakan perumahan. Pantuan di lokasi, di desa ini ada sekitar 3 lokasi yang rencananya dibangun perumahan. Bahkan, satu titik sudah berdiri bangunan perumahan dengan puluhan penduduk.
“Disini memang ada 3 titik lahan pertanian yang menjadi bangunan. Sebab untuk perumahan saja ada satu titik, sementara 3 diantaranya masih berupa tanah kavling, dan jika ditotal jumlahnya bisa mencapai satu hektar kurang. Sementara total lahan pertanian disini mencapai 60 hektar,” terang Irwanto, Kepala Desa Banjardowo, Senin (10/4/2017).
Sementara pantuan di lokasi lain, setiap kecamatan hampir terdapat peralihan antara 200 meter persegi hingga 500 meter persegi yang beralih. Hal tersebut, dikhawatirkan akan mengurangi hasil pertanian yang ada di Kota Santri. Betapa tidak, desa yang masih berada di pinggir kota ini menjadi salah satu wilayah unggulan sektor pertanian. “Memang selama 4 tahun terakhir banyak mengalami perubahan lahan,” katanya.
Meski begitu, realitas di lapangan justru berbanding terbalik dengan data yang tercatat pada Dinas Pertanian Jombang. Betapa tidak, dari data yang dihimpun selama dua tahun terakhir, luas lahan produktif tak mengalami perubahan. Bahkan data terkesan tetap sama. Padahal pada tahun 2015 total luas lahan sawah di Kabupaten Jombang mencapai 48.707 hektar. Namun, pada tahun 2016 data milik Dinas Pertanian Jombang tak berubah, masih tetap pada angka 48.707 hektar.
“Memang data yang ada di kami tidak berubah lahan pertanian selama dua tahun masih sama,” ujar Kepala Dinas Pertanian Jombang, Hadi Purwantoro, melalui Indah Sulistyani, Kasubag Penyusunan Program dan Evaluasi Dinas Pertanian.
Sebab, data tersebut didapat dari laporan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) kecamatan yang diambil petugas dari monografi desa. Nah, di dalam monogarfi itu, tidak menyebutkan perubahan, sehingga petugas PPL melaporkan pendataan tersebut memiliki kesamaan selama dua tahun terakhir.
“Sebab dasar pengambilan data Dinas Pertanian bersumber dari PPL kecamatan. Sehingga memang dua tahun ini tidak ada perubahan,” katanya.
Meski begitu, pihaknya mengaku sudah mengantisipasinya sejumlah lahan produktif dengan penetapan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Red). Penetapan LP2B, diyakini bisa membatasi paralihan lahan. Sebab jika sebuah lahan sudah ditetapkan sebagai LP2B maka tidak bisa dialih fungsikan.
“Seluas 32 hektar sudah ditetapkan sebagai LP2B, dan diharapkan tidak lagi bisa dialih fungsikan,” pungkasnya. (aan/kj)