KABARJOMBANG.COM – Puluhan warga Dusun Payaksantren Desa Rejoagung Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, berbondong-bondong berdiri di tengah jalan di desa setempat, Minggu (25/12/2016). Dengan membawa spanduk bertuliskan “Kami masyarakat Dusun Payak Santren menolak adanya galian lahan berupa mekanik/manual”, mereka memprotes dan menolak adanya galian pasir maupun tanah yang ada di desanya.
Pasalnya, dengan adanya galian tersebut, warga diresahkan dengan adanya dampak yang dihasilkan. Sebab, dengan adanya galian tersebut, air di sekitar desa menjadi keruh dan dan jalan menjadi rusak akibat galian tersebut.
“Warga terpaksa harus menggunakan air kemasan untuk kebutuhan rumah tangga. Sebab, lubang galian menyebabkan air menjadi keruh dan berwarna hijau, sehingga warga tidak berani menggunakannya,” terang Sasmiko (45), warga setempat.
Selain itu, kendaraan truk yang memuat hasil galian, juga merusak jalan di sekitarnya. Akibatnya, sekitar 1050 warga sekitar harus menelan pil pahit merasakan kerusakan jalan yang baru dibangun sekitar 3 bulan silam. “Jalan belum sampai 3 bulan dibangun sudah rusak kembali akibat dilalui kendaraan bermuatan tanah hasil galian,” katanya.
Dari keterangan warga lainnya, di lokasi sekitar Dusun Payak Santren terdapat 9 galian. Namun, yang masih aktif dan beroperasi hingga saat ini hanya 1 lokasi. Diperparah lagi, tidak adanya reklamasi yang dilakukan pengusaha tambang, membuat lubang menganga terlihat di sepanjang jalan dusun.
“Delapan bekas lokasi tambang hingga saat ini dibiarkan begitu saja. Dan itu membahayakan warga sekitar,” cetus salah satu warga lain yang ikut dalam aksi pasang spanduk.
Warga mengaku, sudah mengadukan kasus tersebut ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, tanggal 21 Nopember 2016 lalu. Namun, hingga saat ini belum ada respon secara aktif dari Pemkab tentang adanya galian yang berukuran 175.000 meter persegi itu.
“Surat protes sudah kita kirimkan ke Pemkab Jombang, DPRD dan ke Kepolisian. Hingga saat ini belum direspon,” kata Sasmiko, di lokasi.
Sehingga galian yang memiliki kedalaman hingga 15 meter dari permukaan tanah itu, hingga saat ini masih bebas beroperasi. Padahal, lanjutnya, warga tidak mengijinkan alias menolak galian tersebut beroperasi. “Kita tidak pernah menyetujui adanya galian itu. Sehingga pengusaha galian beroperasi sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.
Menurutnya, pengusaha melakukan penambangan disaat warga sedang lengah dan tidak mengawasi aktivitas pertambangan, sehingga terkesan kucing-kucingan. “Biasanya di hari Sabtu dan Minggu mereka melakukan penambangan,” ujarnya.
Dengan adanya galian yang dianggap meresahkan dan merugikan, warga sekitar meminta agar Pemkab Jombang segera tanggap untuk menghentikan akitivitas pertambangan. “Kita minta Pemkab bertindak cepat dengan adanya keluhan warga ini. Sebab, hingga saat ini kompensasi pun warga tidak menerimanya,” pungkas Sasmiko. (aan)