JOMBANG, KabarJombang.com – Belum rampung aksi warga di Mojowarno yang mendatangi rumah Ahmad Tohari, anggota dewan yang juga disebut sebagai pimpinan Smart Wallet. Kini giliran ada ratusan warga yang menggeruduk Balai Desa Keplaksari, Peterongan, Jombang, Rabu (3/4/2024).
Dari informasi yang diterima, ratusan warga yang menjadi anggota Smart Wallet ini sudah tiba di Balai Desa Keplaksari, Peterongan sejak pukul 08.00 WIB. Warga yang datang beragam, dari ibu-ibu, pria dewasa, hingga yang sudah lanjut usia.
Tujuan ratusan warga ini datang ke balai desa bukan tanpa alasan, melainkan ingin uang mereka yang sudah kadung di depositkan ke Smart Wallet untuk dikembalikan.
Mediasi berlangsung dengan tensi tinggi. Para warga meminta pertanggungjawaban ke WS, yaitu leader yang juga Kepala Dusun Kalangan, Keplaksari, Peterongan karena telah mengajak mereka masuk ke Smart Wallet.
“Ini ada banyak anggota, tapi yang sudah pernah menarik misal modal 1 juta dia timpa 1 juta itu tidak akan dapat ganti. Kalau dia tanam 1 juta dan sudah menarik 500 ribu, bisa diganti separuhnya atau semuanya?,” tanya H (45) salah seorang warga saat proses mediasi berlangsung.
“Kalau yang diawal teman-teman tanam terkahir 1 minggu setelah ada program cash back besar itu, dan momen besar-besaran semuanya memasukkan saldo kesana. Nah itu bisa diganti berapa persen, semua atau sebagian? Pak kasun juga menyampaikan kalau kami disuruh memverifikasi akun, kalau tidak diverifikasi akun beku. Bisa dijamin cair? pak kasun menjawab bisa,” katanya melanjutkan.
“Maksud tujuan kami disini, ayolah pak kasun ini diselesaikan, dengan batasan waktu yang ditentukan dan berapa yang bisa diganti. Ini kasian para warga, ini sudah masuk urusan uang,” tambahnya.
Kerugian yang ditaksir sendiri totalnya cukup banyak, puluhan hingga ratusan juta rupiah. Menjawab pertanyaan dari warga soal pertanggung jawaban tersebut, WS mengatakan di posisi tersebut ia juga mengaku merasa menjadi korban.
Ia mengaku bahwa dirinya sempat membayar pajak tersebut sebesar Rp 20 juta dengan harapan dapat mencairkan bonus yang dijanjikan sebesar Rp 200 juta.
“Sampai hari ini belum cair, saya juga korban tentunya. Saya bahkan membayar pajak di aplikasi itu. Jadi di posisi ini saya juga sebenarnya korban,” jawabnya.
Sementara itu, Kepala Desa Keplaksari, Peterongan Jombang Agus Sudarto, saat dikonfirmasi mengatakan, hadirnya warga yang juga anggota Smart Wallet di balai desanya ini untuk meminta pertanggung jawaban ke WS yang merupakan leader dari para anggota tersebut.
Sebab itu, untuk lebih mempermudah, mediasi pun dilakukan. “Memang hari ini ada mediasi antara anggota Smart Wallet yang merasa jadi korban dengan pak WS yang kebetulan Kepala Dusun Kalangan Keplaksari, Jombang. Katanya pak WS ini disebut sebagai leader. Karena warga merasa dirugikan, investasinya tidak bisa ditarik, keuntungannya tidak bisa diambil tidak sesuai dengan janjinya,” ucapnya.
Ia juga menceritakan, awal mula mengapa diadakan mediasi, karena sebelumnya ada beberapa warga yang juga mengaku korban dari aplikasi tersebut, mendatangi rumahnya pada Senin (2/4/2024) malam.
“Disitu saya temui, tapi secara resmi saya suruh untuk buat laporan ke desa untuk tujuan mediasi. Pagi hari ini, tadi yang hadir sekitar 100 orang. Kursi yang kami sediakan tadi juga hampir penuh,” ujarnya.
Pada Mediasi ini, pihaknya meminta warga menyampaikan keluh kesahnya langsung dihadapan WS. WS juga dihadirkan supaya ia juga bisa menyampaikan menurut versinya.
“Setelah berunding sejak pagi tadi sampai siang hari ini, apa yang menjadi keinginan warga dan juga sudah ditanggapi oleh WS ada titik temu. Intinya warga yang anggota Smart Wallet itu ingin uang modalnya kembali. Namun, dalam proses mediasi ini, WS tidak mau bertanggung jawab karena merasa sama-sama korban,” ungkapnya.
Akhirnya, karena tidak ada titik temu, maka muncullah solusi agar mengajak masing-masing membuat laporan ke Polres.
“Kalau anggota Smart Wallet dibawah pimpinannya WS yang akan dilaporkan adalah WS nya, karena janji-janjinya dan bukan aplikasinya. Namun, di sisi lain dari pihak WS nya juga akan melapor ke polisi, informasinya tadi seperti itu,” jelasnya.
Agus juga menjabarkan, dari banyak anggota yang hadir untuk mediasi di balai desa tadi bukan hanya berasal dari keplaksari saja. Melainkan ada dari Gudo, Ploso, Jogoroto, Diwek, Tembelang.
“Kalau untuk warga keplaksari sendiri, dari laporan warga itu ada 100 lebih yang menjadi korban. Tapi yang hadir di mediasi ini tadi tidak banyak. Kasus ini mulai mencuat dan ada indikasi ini sebenarnya sejak tanggal 5 Februari 2024. Namun lebih pasti lagi itu setelah tanggal 21 Februari 2024, karena dananya tidak bisa diambil di aplikasi tersebut,” imbuhnya.
Dari laporan yang ia terima dari masyarakat, bahwa pencairan selalu molor dari tanggal yang dijanjikan.
“Tanggal 5 Februari tidak bisa diambil, kemudian mundur lagi tanggal 20, tetap tidak bisa diambil mundur lagi tanggal 21. Ternyata tanggal 21 itu bisa diambil, namun harus verifikasi. Verifikasi itu ditunda tanggal 23, lalu mundur lagi tanggal 26 dan ditunda sampai tanggal 2 Maret 2024,” tukasnya.
Dan mulai saat itulah muncul rasa ketidakpercayaan anggota Smart Wallet ke para leader yang mengajak mereka masuk berinvestasi di aplikasi tersebut.
Lebih lanjut, ia mengatakan, meskipun ada perangkatnya yang menjadi sasaran empuk warga untuk dimintai pertanggung jawaban perihal Smart Wallet ini, ia mengaku tugas desa hanya sampai mediasi saja.
“Tugas desa hanya menjembatani saja, karena ini permintaan para warga. Karena setiap anggota ini datang ke rumah leadernya itu selalu tidak bisa ditemui. Karena mungkin warga merasa buntu, maka dari itu wadul ke saya, dan tugas kami memfasilitasi,” katanya.
Sementara itu, untuk status WS yang juga masih perangkat, ia mengatakan akan melihat dulu kedepannya bagaimana proses hukum akan berjalan jika memang harus berlanjut.
Karena status WS ini kasun dan perangkat, pertama secara kedinasan saya wajib membina dan memberi teguran. Kedua, kalau ini tidak ada titik temu, terserah proses hukumnya. Kalau hasilnya akan mempengaruhi jabatan dia yah apa boleh buat. Namun, jika nantinya jika proses hukum menunjukkan tidak ada apa-apa, berarti tidak ada implikasi berlebih,” pungkasnya.