JOMBANG, KabarJombang.com – Insiden yang mengakibatkan mata seorang siswa SD mengalami gangguan penglihatan karena terkena lemparan kayu dari temannya di lingkungan sekolah di Jombang belum ada kejelasan.
Pada Rabu sore (28/2/2024) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang menggelar mediasi antara pihak sekolah dan orang tua korban di ruang kerja Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, secara tertutup selama satu jam.
Senen, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, menyampaikan bahwa mediasi kali ini belum membuahkan hasil yang konkret dan masih terus menunggu perkembangan secara medis.
“Pada prinsipnya kami mengedepankan bahwa antara korban dan pelaku ini kan sama-sama masih usia sekolah. Pertama yang kita selamatkan adalah dari sisi anak-anak ini harus tetap sekolah baik antara pelaku dan korban jangan karena masalah ini mereka nanti akhirnya tidak sekolah,” ujarnya.
“Yang kedua tadi kami berusaha melakukan proses mediasi antara pihak sekolah dengan orang tua korban namun belum ada hasil yang kita putuskan. Penekanan kami memang anak-anak ini harus tetap melanjutkan sekolah,” katanya.
Permintaan dari pihak orang tua korban terhadap sekolah adalah terkait dengan adanya bantuan dalam proses pengobatan.
“Dalam kasus ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang hanya bisa berperan sebagai mediator untuk menyelesaikanya secara kekeluargaan. Walaupun kasus ini sekarang sudah masuk proses hukum,” bebernya.
“Kalau memang tidak ada kata sepakat karena memang proses hukum sudah berlangsung ya mungkin itu sudah menjadi alternatif yang terakhir. Sementara saya belum bisa menilai, masih menunggu proses lebih jelasnya nanti,” tuturnya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang berupaya semaksimal mungkin agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Dari beberapa kasus yang pernah terjadi, awalnya mereka adalah teman akrab yang sedang bermain. Kemudian ada kelalaian terkait dengan sarana bermainya yang mengakibatkan satu diantaranya menjadi korban seperti itu.
“Artinya tidak ada unsur kesengajaan atau tindakan kekerasan. Itulah mengapa saya menyarankan kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Pembinaan juga sudah kami lakukan lewat beberapa komunitas kami seperti Kordinator Wilayah (Korwil), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS),” terangnya.
“Setiap ada pertemuan yang melibatkan para pendidik, karena ini menjadi isu nasional dan ini menjadi kondisi darurat pada kita. Sehingga secara masif kita memberitahukan kepada teman-teman untuk mengantisipasi, terutama hal-hal yang bisa memungkinkan kejadian seperti itu,” lanjutnya
“Yang kedua secara administrasi di sekolah sudah ada yang namanya Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Satuan Pendidikan (TPPKSP). Artinya dengan regulasi dan tindak lanjut dari permendikbud no 46 tahun 2023, tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan ini menunjukan keseriusan pemerintah sudah hadir disana,” tambahnya.
Erna Widyawati, orang tua korban dalam mediasi tersebut mengatakan pihak sekolah berniat untuk membantu pengobatan anaknya dengan sistem 50 – 50. Namun dirinya masih menanyakan pembagian tersebut akan dibebankan kepada siapa.
“Saya menolak kalau dibebankan kepada saya, seharusnya pembagian 50 – 50 nya dari sekolah dan orang tua pelaku,” tegasnya.
Erna juga mengutarakan kebingungannya terkait asuransi yang menurut pihak sekolah flexible. Karena seharusnya ia bisa mendapat keringanan dari asuransi yang ia bayar tiap tahun tersebut.
“Setau saya paling tidak itu kan ada ketetapan atau bagaimana, akan tetapi pihak sekolah tadi menjawab itu asuransinya flexible dan itu yang membuat saya bingung. Karena kita wali murid kan bayar setiap daftar ulang 50 ribu per tahun,” ucapnya.
“Dan ini diupayakan cooling down atau mencoba mendinginkan hati dan kepala sejenak dulu. Sambil menunggu hasil kontrol dari anak saya dan dari diagnosa selanjutnya akan ada tindakan bagaimana lagi. Jadi sampai sekarang saya masih mondar mandir kesana sendiri,” keluhnya.
Dirinya meminta tidak hanya sebatas perjanjian berupa perkataan saja tetapi harus ada surat pernyataan yang diketahui oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
Dalam situasi yang sulit, Erna berusaha untuk memastikan anaknya tidak tertinggal dalam pendidikan dengan menyediakan guru les setiap hari di rumahnya. Namun, pertanyaan mengenai tanggung jawab sekolah kedepannya masih menyisakan ketidakjelasan.
Sementara pihak sekolah yang diwakili oleh Kepala Sekolah saat diwawancarai oleh awak media pasca mediasi berakhir dan keluar dari ruang Kepala Dinas engan memberikan penjelasanya.
“Kami sementara masih cooling down dulu,” ucapnya secara singkat sambil terburu-buru untuk meninggalkan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang. (Kevin Nizar)