JOMBANG, KabarJombang.com – Lembaga Women Crisis Center (WCC) Jombang sayangkan penggerebekan di kompleks Perumahan Buduran, Desa Jogoloyo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada Senin (15/1/2024) lalu.
Melalui rilis yang diterima kabarjombang.com pada Rabu (17/1/2024), WCC Jombang menyayangkan penggerebekan disertai kekerasan fisik dan verbal terhadap anak yang dilakukan telah menciderai jaminan perlindungan hak anak, termasuk hak anak untuk terlindung dari publikasi yang menyudutkan.
Seperti diketahui bahwa telah terjadi penggerebekan oleh belasan warga bersama perangkat desa dan aparat kepolisian kepada 7 pasangan di luar nikah yang diduga melakukan perbuatan asusila di beberapa rumah di kompleks Perumahan Buduran, Desa Jogoloyo.
“Dari penggerebekan tersebut, diketahui 5 pasangan diserahkan ke Satpol PP Jombang karena usianya sudah dewasa, namun 2 anak laki-laki diproses lebih lanjut yakni ID usia 19 tahun dan AN 16 tahun karena perempuan masih berusia anak yakni 14 tahun dan 16 tahun,” ucap Ana Abdilllah, Direktur WCC Jombang.
Kemudian, kedua tersangka di jerat pasal 81 UU RI No 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“WCC Jombang pada dasarnya menghormati proses hukum yang dijalankan jika memang terdapat dugaan terjadinya tindak pidana, namun yang perlu ditekankan adalah bahwa hukum pidana yang berlaku harus diterapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku,” ungkapnya.
Lebih lanjut, WCC Jombang juga memberikan beberapa catatan terkait kasus ini, yakni terdapat 2 anak perempuan masih berstatus pelajar sebagai korban sementara 1 dari 2 pelaku kekerasan merupakan anak berhadapan dengan hukum sebagai tersangka.
“Oleh karenanya dibutuhkan pendekatan khusus yang mempertimbangkan kerahasiaan identitas korban maupun pelaku anak dengan tidak menyebarkan foto penggrebekan atau pemberitaan yang menyudutkan para korban,” jelasnya.
Menurut pihak WCC, bahwa seorang anak yang terjaring dalam proses penggrebekan baik korban dan pelaku tidak layak mendapatkan kekerasan fisik maupun psikis.
“Kami sangat menyangkan perilaku kekerasan fisik terhadap anak dan mendesak pemerintah untuk memberikan pemenuhan hak korban atas pendampingan psikologis dan pembinaan yang melibatkan keluarga korban,” katanya.
Sangat disayangkan, penggerebekan tersebut dilakukan setelah banyak warga yang mengeluhkan adanya beberapa rumah di kompleks perumahan tersebut yang diduga disewakan untuk memfasilitasi perbuatan asusila.
Sehingga, fungsi pencegahan dan
penanganan kekerasan di tingkat desa harus juga diimbangi dengan upaya
memperkuat kelembagaan yang ada di desa dalam hal mekanisme pencegahan dan pengaduan dugaan pelanggaran asusila maupun kekerasan fisik demi terwujudkan ‘Desa Ramah Perempuan Peduli Anak, Responsif menjawab permasalahan sosial di Masyarakat’
Bahwa kami sangat menyayangkan narasi ‘Kumpul Kebo’ yang beredar di Masyarakat, bertentangan dengan fakta dilapangan yang mengidentifikasi korban
masih berusia anak.
Hal ini tentu saja menciderai prinsip perlindungan terhadap korban yang berdampak pada menguatnya stereotype, stigma dan diskriminasi terhadap anak seumur hidupnya.
“Seyogyanya anak harus mendapatkan support dan dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya melalui pembinaan yang memadai. Bahwa beberapa anak masih berstatus pelajar, oleh karenanya dibutuhkan pembinaan
bagi peserta didik oleh pihak sekolah dalam hal upaya PPK (Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan) sesuai dengan peran dan fungsi sekolah sebagaimana mandat Permendikbud 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan,” jelasnya menambahkan.
Bahwa terhadap pihak-pihak yang berposisi selaku penyedia tempat dan melakukan pembiaran terhadap tindakan pencabulan atas anak kami sangat mendorong bisa dijerat dengan pasal 296 KUHP tentang mempermudah dilakukannya perbuatan cabul.
Sebab itu, pihak WCC sangat menyayangkan perbuatan penggerebekan disertai kekerasan fisik dan verbal terhadap anak yang dilakukan telah menciderai jaminan perlindungan hak anak, termasuk hak anak untuk terlindung dari publikasi yang menyudutkan.