JOMBANG, KabarJombang.com – Kasus Tuberkolosis (TBC) di Kabupaten Jombang masih terbilang tinggi. Masyarakat harus kenali ciri-cirinya.
Penanggulangan TBC masih terus digencarkan. Hal itu disebut panting, karena penyakit ini mudah menular melalui udara.
Selain itu, masyarakat juga dinilai hari mengetahui ciri-ciri dan langkah apa yang harus dilakukan pertama kali jika menemukan gejala TBC di lingkungan sekitar.
Hal itu disampaikan dalam Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis oleh SSR Yabhysa Peduli TBC Jombang yang digelar di Hotel Yusro Jombang, Senin (4/12/2023).
Menurut Perwakilan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jombang, Haryo Purnomo yang hadir dalam acara tersebut, penyakit TBC ini menyerang organ paru dan jika tidak di rawat dan diobati samai tuntas bisa menyebabkan kematian.
“Kasus TBC di Kabupaten Jombang sendiri mulai dari bulan Januari sampai November 2023, sudah mencapai 2.130 yang teridentifikasi kasus TBC. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.019 sudah diobati dan 111 belum diobati,” ucapnya.
Dari jumlah yang sudah diobati itu, juga terdata ada 156 kasus TBC pada anak yang telah diobati. Kemudian ada kasus TBC SO sebanyak 1.982 sudah diobati dan 37 kasus TBC RO sudah diobati.
“Untuk diketahui juga, kasus TBC ini juga bisa menjadi penyebab dari HIV. Ditemukan juga kasus di Kota Santri, ada 63 kasus TBC yang berujung positif HIV. Jika dihitung dari 2.019 total pasien sembuh yang sudah diobati, ada 1.528 yang diperiksa HIV,” ujarnya.
Jika dipersentasikan, ada 76 persen pasien TBC yang diperiksa HIV. Dari jumlah itu, 4 persen penderita TBC positif HIV, yang artinya ada 63 orang yang positif HIV dari TBC.
Ia melanjutkan, untuk cara mengenali pasien TBC, ia meminta agar masyarakat melihat ciri-cirinya, dimana jika ada seseorang yang teridentifikasi TBC maka tubuh orangnya terlihat kurus, batuk sudah lebih dari tiga minggu, keringat dingin saat malam hari tanpa melakukan aktivitas dan adanya timbulan kelenjar di sekitar leher.
Menurut Haryo, jika ada seseorang yang teridentifikasi penyakit ini, butuh waktu penyembuhan sekitar 4-6 bulan pengobatan didampingi dengan konsumsi obat.
“Untuk pengobatan TBC ini bisa sampai 4-6 bulan. Karena itu, bagi masyarakat yang mengalami TBC ini saran dari kami yaitu untuk melakukan pengobatan sesuai waktu yang sudah ditentukan,” katanya.
Karena, jika tidak mengikuti pengobatan di khawatirkan kondisi tubuh akan melemah dan kemungkinan terburuknya bisa menyebabkan kematian pada pasien.
“Memang, ada beberapa kasus, jadi pasien sudah melakukan pengobatan. Dua minggu, dua bulan tubuh itu merasa nyaman dan seperti sehat. Padahal, kuman yang menyebabkan penyakit TBC itu masih aktif. Terkadang, pengobatan yang sudah dilakukan enam bulan saja, pasien masih ada yang mengalami TBC. Karena memang ada kuman yang kebal dari obat,” tuturnya menambahkan.
Sebab itu, pihaknya membagi menjadi dua yakni pasien TBC SO atau masih dalam pengobatan dan pasien TBC RO pasca pengobatan tapi masih terjangkit penyakit tersebut.
“Sehingga, memang pencegahan yang dilakukan saat ini kami terus mencari pasien yang terindikasi TBC, ketika sudah ditemukan kita akan obati sampai sembuh. Semakin banyak ditemukan kasusnya maka akan semakin meminimalisir penularan,” ungkapnya.
Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882 ini juga menular lewat udara.
“Penyakit ini menular, penularannya melalui udara. Jadi kalau kita sedang berbicara dengan orang lain ataupun batuk tanpa menggunakan masker padahal ia terjangkit TBC itu bisa jadi faktor penyebab penularan,” katanya menambahkan.
Haryo juga mengingatkan kepada masyarakat, jika menemukan ada teman atau keluarga yang terdapat ciri-ciri TBC, bisa langsung dibawa ke klinik atau puskesmas terdekat untuk segera ditangani.
“Sementara bagi masyarakat yang sehat, untuk mengantisipasi, sebaiknya terus menjaga imunitas tubuh dengan melakukan aktivitas fisik,” jelasnya.
Sementara itu, menurut Ketua SSR YABHYSA Peduli TBC, Ida Sukarsih, S.E, mengatakan kegiatan ini digelar sebagai langkah edukasi bagi masyarakat terkait penyakit menular TBC yang masih menjadi persoalan di dunia kesehatan.
“Menindaklanjuti kesepakatan bersama terkait Tim Percepatan Penanggulangan TBC di Kabupaten Jombang, kami melakukan kolaborasi dengan DPMD dalam kegiatan sosialisasi atau penyuluhan terkait isu TBC di masyarakat,” imbuhnya.
Pihaknya juga melakukan kolaborasi dengan beberapa pihak lainnya seperti media untuk menyebar luaskan edukasi perihal TBC ini ke masyarakat Jombang secara umum.
“Melakukan kolaborasi antara pihak untuk membuat rilis media dan menyampaikannya kepada media. Meningkatkan kesadaran dan komitmen pemangku kepentingan terhadap kolaborasi upaya penanggulangan TBC di Kabupaten Jombang,” pungkasnya.