JOMBANG, (kabarjombang.com) – Tensi penolakan atas rencana penutupan 10 Pabrik Gula (PG) di Pulau Jawa, semakin tinggi. Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Rosan Tijari, wilayah kerja PG Tjoekir, Kabupaten Jombang H Cholid Makarim menegaskan, penutupan sejumlah pabrik gula oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian BUMN, merupakan keputusan tidak tepat.
Keputusan tersebut, menurutnya, akan lebih menyengsarakan petani, sebab bakal terjadi eksploitasi lebih dahsyat oleh PG terhadap petani, karena mereka akan over suplai dan berebut pasok tebu.
Ditutupnya sejumlah PG karena alasan tidak efisien dan berbiaya tinggi, menurut Cholid Makarim, hal itu salah di managemen atau pengelolaannya. “Kekurangan idle capacity atau pasok bahan baku tebu, tidak direspon oleh managemen PTPN atau PG dengan membina petani di wilayah masing-masing agar enjoy berbudidaya tebu dan memberikan kemudahan pelayanan. Mereka memilih jalan instan dengan mendatangkan tebu dari luar wilayahnya,” tandasnya, Senin (17/10/2016) di kantor APTR Rosan Tijari.
Pihak managemen PG, kata Cholid Makarim, menciptakan tradisi yang disebut “Tebu Bingung”, yakni pihak PG mendatangkan tebu dari luar daerah dengan harga beli dan rendemen tinggi. Sementara tebu di daerahnya (tebu lokal) dibeli dengan harga murah dan rendemen rendah. Akhirnya tebu lokal lari ke PG lain.
“Tebu bingung ini sudah lama terjadi, dan amat sangat berbiaya tinggi. Misal, di PG Tjoekir, tebu dari luar ada yang dibeli Rp 69 ribu per kwintal, sementara tebu lokal hanya setara Rp 54 hingga 55 ribu per kwintal,” sambungnya.
Lebih jauh, susutnya pasokan tebu selama ini, bukan semata-mata karena lahan banyak dipakai untuk kepentingan diluar pertanian, misal pembangunan, perkantoran, perumahan dan lainnya. Tapi, lebih disebabkan keengganan petani berbudidaya tebu. “Jelas petani enggan, karena kesulitan yang dihadapi petani tidak mampu terjawab oleh managemen PTPN atau PG. Seperti peningkatan rendemen,” kata H Cholid Makarim.
Sekali lagi, lanjut Ketua APTR ini, mereka tidak pernah menyikapi kekurangan pasok tebu itu dengan melakukan pembinaan secara intensif dan memberikan kemudahan pelayanan kepada petani yang selama ini lipservice semata.
“Rencana penutupan sejumlah pabrik gula di Pulau Jawa sangat tidak tepat. Saya rasa masih bisa diperbaiki dengan revitalisasi. Bukan hanya mesinnya saja yang direvitalisasi, tapi mental para pengelola PTPN dan pimpinan PG yang harus dibenahi, sebab PG selama ini dioperasikan bukan bysistem, tapi one man show. Kami melihat tingginya cost, karena kinerja yang kurang efisien,” jelasnya.
Sekedar diketahui, kesepuluh pabrik gula yang akan ditutup tersebut adalah PG Kanigoro, PG Rejosari dan PG Purwodadi di Madiun, PG Toelangan dan PG Watoetoelis di Kabupaten Sidoarjo, PG Meritjan di Kediri, PG Wringinanom, PG Pandjie dan PG Olean di Kabupaten Situbondo, serta PG Gondang Baru di Klaten (Jawa Tengah). (rief)