JOMBANG, KabarJombang.com – Secara resmi Kemenag RI telah mencabut izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyah di Ploso, Kabupaten Jombang buntut perkara MSA. Untuk itu, aktivis Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur meminta agar ada fasilitas untuk santri yang ada pindah ke lembaga agama lain.
Diungkapkan Koordinator JIAD, Aan Anshori bahwa dibutuhkan pesantren yang ramah anak dan perempuan setelah berkaca dari kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh MSA ini sebagai salah satu pengasuh Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah (PMBS) Ploso.
“JIAD mendesak Kemenag memfasilitasi para santri/wati PMBS agar dapat melanjutkan proses pembelajaran di pesantren lain. Kemenag juga memiliki kewajiban mendampingi PMBS agar pesantren ini bisa aktif kembali dengan corak yang lebih ramah anak dan perempuan,” katanya, Jumat (8/7/2022).
Menurut Aan langkah yang diambil Kemenag terbilang cukup lamban, namun JIAD mengapresiasi hal tersebut sebagai langkah melindungi para santri.
“Meski terbilang telat, JIAD mengapresiasi langkah Kemenag yang mencabut izin PMBS sebagai konsekuensi atas tidak kooperatifnya pesantren ini menyelesaikan kasus dugaan kekerasan seksual MSAT terhadap beberapa santriwatinya,” ungkapnya.
“Pencabutan ini idealnya juga diterapkan pada institusi pendidikan (agama) yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual,” tambahnya.
Ia mengatakan terkait dengan ramainya pemberitaan kasus kekerasan seksual oleh oknum di dalam lembaga agama, diperlukan SOP yang mengedepankan nilai perempuan dan anak.
“Mengingat cukup banyak institusi pendidikan Islam bercorak pesantren yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini, JIAD mendesak Kemenag agar secara serius membuat roadmap yang jelas terkait penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pesantren. Misalnya, Kemenag mewajibkan semua pesantren untuk memiliki SOP terkait pesantren ramah anak dan perempuan,” pungkasnya.