JOMBANG, KabarJombang – Restorative justice atau keadilan restoratif beberapa kali diterapkan oleh pihak kepolisian maupun kejaksaan kepada para pelaku yang telah melakukan suatu kejahatan.
Seperti halnya Kasus pencurian mixer audio di salah satu Masjid di Perumahan Firdaus Mansion, Desa Pulo, Kecamatan/Kabupaten Jombang, dengan kerugian Rp1,5 juta pada pertengahan yang berakhir damai setelah Polres setempat memediasi tersangka RH (24) dengan pihak pengurus masjid.
Pasalnya, RH mengaku melakukan tindak pidana pencurian di masjid karena tidak mempunyai pekerjaan dan butuh uang untuk makan. Ia mengaku sudah dua hari tidak makan. Warga Kecamatan Megaluh, Jombang itu juga mengaku kapok dengan perbuatannya yang melanggar hukum.
Menurut salah satu praktisi hukum, Edi Haryanto menjelaskan, Restorative Justice adalah suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak.
“Intinya restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi,” ujarnya pada Kamis (5/5/2022) malam.
Tentu hal tersebut sama seperti yang dikatakan oleh AKBP Moh Nurhidayat, jika jatuhnya restorative justice kepada RH telah dilakukan persetujuan kepada takmir masjid. Harapannya agar yang bersangkutan tidak mengulangi perbuatannya dan dapat dijadikan suatu pelajaran.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rahmatan Lil’alamin tersebut menjelaskan, di dalam restorative justice, dialog dan mediasi melibatkan beberapa pihak, yang secara umum bertujuan untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana.
“Beberapa pihak dalam mediasi, restorative justice yakni pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban dan pihak terkait serta tokoh agama seperti ta’mir masjid dan ketua adat jika ada,” imbuhnya.
“Jadi sudah sesuai dan saya sepakat dengan keputusan polres Jombang untuk memberikan restorative justice kepada tersangka,” jelasnya.
Adapun prinsip utama dari restorative justice adalah penegakan hukum yang selalu mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
“Tujuan lain dari restorative justice adalah untuk menciptakan putusan hukum yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku,” bebernya.
Lanjut Edi, adapun syarat restorative justice berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020, yakni tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan Kerugian di bawah Rp 2,5 juta, adanya kesepakatan antara pelaku dan korban tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
“Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban, tersangka mengganti kerugian korban, tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana Restorative justice,” pungkas Edi.