JOMBANG, KabarJombang.com – Bau menyengat yang dituding warga Desa Bangsri, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, berasal dari pabrik pengolahan bulu ayam menjadi tepung, disikapi Yuli Inayati, Kabid Pengendalian Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang.
Yuli menyatakan, belum menemukan standar apakah bau yang dihasilkan pabrik tersebut mengganggu pernafasan atau tidak. Ia menilai, bau itu sifanya relatif dan tergantung individu. Meski begitu, ia masih akan mengevaluasi lebih lanjut terkait hasil kegiatan pabrik itu.
“Masalah bau, kebetulan saya sendiri ke sana dua kali dan kebetulan tidak mencium bau yang dimaksud. Memang, itu termasuk salah satu gangguan, namun kita belum dapat menemukan standarnya untuk itu. Karena bau itu relatif, jika berdasarkan pada indra penciuman dengan mengatakan nyaman atau tidak nyaman. Kami masih melakukan evaluasi lanjutan terkait dengan bau,” jelasnya.
Hanya saja, lanjut Yuli Inayati, pabrik yang berlokasi di Dusun Jambe, Desa Bangsri, Kecamatan Plandaan, belum memiliki IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah). Hal ini berdasarkan pengawasan DLH Jombang, pasca terbitnya dokumen UKL-UPL pada Juli 2020 atas nama CV Nurvan Jaya.
“Kita lakukan pengawasan dan memang ada perkembangan, di mana ada dugaan cerobong dari aktivitas penggilingan bulu ayam yang tidak tepat, dan harus diperbaiki. Termasuk pabrik itu tidak punya IPAL,” tuturnya pada KabarJombang.com, Rabu (30/12/2020).
Menurutnya, hasil kegiatan pabrik penggilingan bulu ayam tersebut dialirkan ke air di sekitar pabrik. “Saya bingung menjelaskan detailnya. Jadi hasil dari penggilingan bulu ayam itu dari cerobongnya itu ada yang dialirkan dengan air, jadi keluar limbah air,” katanya.
Terkait hal ini, pihaknya sudah memberikan pilihan kepada pemilik pabrik terkait hal ini. Yakni metode asapnya keluar lewat cerobong, atau metode dialirkan ke air.
“Terserah mau pakai metode bagaimana. Kedua metode ini tidak masalah. Yang jelas, intinya cerobong harus diperbaiki, dan jika memilih metode membuang ke air, harus ada IPAL,” lanjut Yuli Inayati.
Soal rekomendasi UKL-UPL atas nama CV Nurvan Jaya kemudian berubah menjadi PT Sayap Emas, Yuli Inayati tidak mempermasalahkannya. Sepanjang kapasitas, tempat, dan dampak lingkungan tidak berbeda dengan dokumen UKL-UPL yang diajukan.
“Kalau tentang nama, saya kira tidak masalah ya. Sepanjang tidak merubah kapasitas, tempat, dampak lingkungan yang sebelumnya sudah dibuat di UKL-UPL Juli 2020 ini. Dan saya dengar penggantian nama itu sudah diurus di KemenkumHAM. Detailnya bisa dikonfirmasi ke yang bersangkutan karena penanggung jawabnya sama,” ungkapnya.
Disinggung soal mulusnya izin, lantaran diduga adanya permainan antara pemilik pabrik dengan DLH Kabupaten Jombang, serta pengaduan warga sekitar tidak ditanggapi, Yuli Inayati menampik hal tersebut. Untuk pengaduan, pihaknya menyatakan selalu menanggapi dengan turun ke lokasi untuk meakukan pengawasan.
“Tidak ada (permainan) seperti itu, kami berusaha profesional. Kalau ada bukti, silakan buktikan,” tantangnya.
Pihaknya juga membeber, pengaduan yang disampaikan padanya juga dilampiri beberapa tandatangan warga. Namun, lanjutnya, saat warga yang tandatangan tersebut didatangi pihaknya, sebagian malah tidak tahu soal pengaduan itu.
“Kami datangi beberapa orang yang ada di tandatangan tersebut. Saya kaget saat dapat jawaban kalau mereka tanda tangan, tapi tidak tahu apa-apa dan hanya disuruh tanda tangan. Kami juga menanyai soal bau, ada beberapa warga menjawab nyaman saja, ada juga bau itu muncul pas magrib, ada juga yang bilang mengkuti arah angin,” paparnya.
Meski begitu, Yuli berjanji akan mengevaluasi hal tersebut agar ada upaya lebih baik lagi. Pihaknya juga berharap, masyarakat tidak mudah terprovokasi jika ada pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam hal tersebut.
“Kami akan lakukan evaluasi agar ada upaya yang lebih baik lagi termasuk cerobong yang harus sesuai standar teknisnya,” tutupnya.