JOMBANG, KabarJombang.com – Desakan sejumlah elemen masyarakat agar pihak terkait tegas soal kasus ibu melahirkan sendiri hingga bayinya meninggal dunia pada bulan Agustus 2020 silam di RS PMC (Pelengkap Medical Center) Jombang, akhirnya direspon Ketua DPRD Jombang, Mas’ud Zuremi.
Mas’ud mengungkapkan, jika kasus tersebut sudah tidak dipermasalahkan lagi. Karena pada hearing pada Agustus 2020 lalu, sudah mendatangkan semua pihak-pihak, yakni Dinas Kesehatan (Dinkes) Jombang, Manajemen RS PMC dan Tim, IDI, POGI, dan IBI. Begitu juga pihak aparat penegak hukum atau kepolisian, Satpol PP, dan aparat pemerintah.
“Intinya adalah semua rumah sakit di bawah wewenang Dinkes. Kemudian setiap ada permasalahan apapun di rumah sakit itu ditangani oleh Dinkes. Dan ketika permasalahan di Jombang ini sudah ditangani seluruhnya oleh Dinkes. Dinkes Jombang tidak hanya menangani sendiri karena sudah koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jatim,” terang Mas’ud kepada KabarJombang.com, Senin (30/11/2020).
Ia mengatakan, persoalan tersebut sudah diusung ke pusat. Di sana, diutarakan terkait permasalahan apa saja yang terjadi dengan memanggil pihak RS Pelengkap, terkait tindak lanjutnya seperti apa.
“Nah, ini DPRD sudah tidak di ranah itu, karena itu ranahnya mereka. Ketika DPRD memerintah dan meminta pemerintah daerah untuk menangani sampai tuntas. Kemudian kalau menyangkut tindak pidana itu adalah urusan kepolisian. Dan DPRD tidak bisa mengambil tindakan semacam eksekusi. Eksekusi adalah perundangan dengan pemerintah. Ngomong pemerintah di dalam pidana ya kepolisian,” bebernya.
Selain itu, lanjut Mas’ud, jika di dunia kesehatan, maka sudah menjadi wewenang Dinas Kesehatan dan kedokteran. Ia mengatakan jika hal tersebut semunya sudah dilakukan, namun di sisi lain, ia tidak ingin hanya sekedar omongan, namun juga harus disertai dengan bukti.
“Saya tidak mau hanya sekedar ngomong, bukti yang kamu menangani bagaimana,” tegasnya.
Bukti-bukti yang diterimanya, lanjut Mas’ud, yakni hasil klarifikasi kasus kematian bayi, rekomendasi hasil AMP (Audit Maternal Perinatal), rencana tindak lanjut, perjanjian perdamaian di atas materai 6000, dan berita acara klarifikasi kasus kematian bayi di RS PMC.
Dalam lampiran rencana tindak lanjut, Dinkes menyebutkan perihal kegiatan monitoring, tindakan perbaikan sesuai dengan perencanaan perbaikan strategis yang dibuat RS PMC, dengan tujuan memastikan RS telah melakukan perbaikan. Sehingga pelayanan yang dilakukan sesuai dengan standar. Ini menurut Mas’ud, dilakukan Dinkes pada September 2020.
Sedangkan pada lembaran perjanjian perdamaian berisikan salah satunya yakni menyatakan bahwa para pihak setuju dan sepakat untuk mengakhiri semua permasalahan sengketa medis ini.
Yang juga disertai dengan syarat-syarat salah satunya tertuliskan bahwa antar pihak terkait yakni RS PMC dan korban saling menyetujui dan sepakat untuk tidak lagi membicarakan permasalahan sengketa medis ini dengan pihak-pihak lain dan tidak lagi melanjutkan permasalahan sengketa medis ini ke Peradilan Disiplin (MKDI), Polisi (Pidana), dan Pengadilan (Perdata).
Dan lembaran perjanjian tersebut telah ditandatangi di atas materai 6.000 oleh Direktur RS PMC sebagai pihak ke satu dan ayah korban sebagai pihak ke dua, disaksikan dua saksi, tertanggal 18 Agustus 2020.
“Pihak DPRD hanya awal, ketika kasus itu dilaporkan. Seterusnya kita panggil semuanya. Kemudian untuk penyelesaiannya, maka pihak pemerintah, korban, dan pihak rumah sakit, kemudian dikoordinasikan ke Pemerintah Provinsi, IDI, Dinkes. Setelah mereka-mereka turun, ketika ada permasalahan apapun akan ditindaklanjuti oleh mereka kemudian selesai, dilaporkan,” ujarnya.
Disinggung terkait adanya tuntutan atau tagih janji dari LSM ke DPRD Jombang, Mas’ud menandaskan, penutupan rumah sakit bukanlah wewenang pihak DPRD, namun wewenang Dinkes.
“Dituntut itu dituntut apanya, kalau DPRD menutup RS ya tidak mungkin, tidak bisa, bukan kewenangannya. Maka Dinkes itu yang koordinasinya dengan Kabupaten, Provinsi, dan seterusnya,” katanya.