KESAMBEN, KabarJombang.com – Seorang warga Dusun Plosorejo, Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang menyayangkan, Pemerintah Desa (Pemdes) setempat bersikap tebang pilih dalam penyaluran bantuan Covid-19.
Warga setempat berinisial SZ ini mengaku tidak mendapatkan bantuan sama sekali, sejak bantuan Covid-19 mulai digulirkan di desanya. Hingga bantuan sudah memasuki tahap kelima, harapan mendapatkan bantuan juga tak kunjung datang.
SZ mengaku berprofesi sebagai kuli bangunan di Surabaya. Dari pekerjaannya ini, ia berpenghasilan minim. Ia pun mengaku tak mampu menafkahi keluarganya akibat terdampak Covid-19.
“Di desa yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah kan bukan hanya saya. Pasti ada juga warga lain yang tidak mendapat bantuan. Dan saya berniat untuk mewakilkan suara orang-orang yang mungkin tidak berani bersuara,” kata SZ kepada KabarJombang.com, Kamis (5/11/2020).
Menurutnya, ada penyebab lain hingga dirinya dan warga lain yang diyakininya tidak mendapat bantuan, yakni karena minimnya informasi, pengetahuan yang masih kurang terkait bantuan Covid-19 ini.
Ia pun mengaku sempat mengkonfirmasi ke perangkat desa setempat, terkait bantuan tersebut diharapkan tepat sasaran. Hanya saja, ia berkali-kali mendapat respon minim dan jawabannya sama dari perangkat tersebut, yakni akan diajukan lagi.
“Meskipun saya bekerja dan mendapat penghasilan. Tetapi untuk kebutuhan sehari-hari masih sangat kurang. Saya juga sudah berusaha mengkonfirmasi ke perangkat desa, tetapi jawabanya masih sama, ajukan lagi, fotokopi KK-nya gitu,” ungkapnya.
Juga tidak hanya dirinya, SZ mengaku, beberapa warga lain juga mengalami hal sama. Ia bahkan menuding, ada beberapa warga yang secara ekonomi cukup dan berada, malah mendapatkan bantuan. Ia pun berprespektif, karena dekat dengan perangkat. Berbeda dengan dirinya dan sejumlah warga lain yang sama-sama nihil bantuan.
“Karena kalau tidak kenal dengan perangkat atau bukan bagian dari perangkat itu, susah. Kenapa harus seperti itu. Bahkan, ada juga sudah masuk di PKH, juga dapat bantuan Covid-19. Padahal kalau sesuai aturan, kan nggak boleh. Ya secara umum, mungkin karena faktor kedekatan,” sambungnya.
Dikatakannya, bantuan pada tahap pertama dulu, warga setempat banyak yang komplain karena tidak terdata. Kemudian, ada yang terkafer mendapat bantuan. Namun, SZ mengaku, hingga bantuan memasuki tahap kelima, ia tetap tidak mendapatkan.
“Saya sejak tahap pertama sampai tahap kelima ini, belum juga mendapat bantuan. Saya juga sampai berfikir sendiri. Apakah saya tidak mendapat bantuan karena saya tinggalnya dalam satu rumah, ada dua KK,” bebernya.