JOMBANG, Kabarjombang.com-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menerbitkan aturan baru Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Virus Corona (Covid-19).
Peraturan anyar itu diteken Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, 13 Juli 2020. Dalam peraturan itu, terdapat sejumlah poin penting terkait pencegahan dan penanganan Corona.
Salah satu poinnya, rapid test tidak direkomendasikan lagi untuk mendiagnosis orang yang terinfeksi virus corona.
“Penggunaan rapid-test tidak digunakan untuk diagnostik,” demikian tertuang pada halaman 82 di bagian definisi operasional peraturan anyar ini.
Namun tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC) Jombang, tetap akan menggunakan rapid test sebagai salah satu sarana dalam pencegahan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19.
Juru Bicara GTPPC Jombang, Budi Winarno mengatakan rapid test masih perlu dilakukan untuk tracing dan tracking Covid 19.
“Rapid itu dalam rangka untuk pencegahan dalam arti deteksi dini, kalau bahasa perlu dan tidak, secara kaidah itu perlu, untuk mengetahui tracing dan tracking Covid 19, ” kata Budi, Kamis (16/7/2020).
Budi Winarno lantas menjelaskan kegunaan dan perlunya rapid test itu dilaksanakan.
“Perlu dilakukan tracing dan tracking Covid-19. Tracking untuk mengetahui pola penyebarannya. Contohnya, di situ ada satu klaster , klaster ini menyebarnya kemana saja. Kemudian kalau tracing berkaitan dengan keeratan hubungan yang lebih pada hubungan personal,” terang Budi
Diterangkan, rapid ini penting manakala seseorang dinyatakan positif corona, maka harus dilakukan tracing dan tracking ini.
Budi menambahkan, kalau bahasanya tidak direkomendasikan, menurutnya, secara kaidah, analitiknya menuju ke swab tes. Sedangkan swab ini, sambungnya, menjadi salah satu barometer tingkat keakuratan.
“Sebenarnya kalau kita lihat rapid test ini hasil akurasinya 40 persen, sementara swab akurasinya mendekati 100 persen. Jika saat ini RSUD Jombang sudah punya mesin swab maka swab adalah pilihan yang harus ditindak lanjuti,” ungkap Budi.
Selain itu, imbuh Budi, kalau rapid test dihentikan, seakan-akan kita ini tidak mau tahu tentang penyebaran Covid-19.
“Menurut saya rapid ini masih perlu untuk melihat pola penyebaran dan pola hubungannya, kalau swab hanya untuk per individu,” pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes), drg Subandriyah mengakui memang ada aturan baru, yang tidak lagi merekomendasikan rapid test untuk mendiagnosis orang yang terinfeksi Corona.
Namun menurutnya, rapid test tetap bisa dilaksanakan jika fasilitas reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) belum tersedia secara cukup. “Rapid bisa dilaksanakan apabila fasilitas RT-PCR belum tersedia cukup,” tutur Subandriyah.